Hidayatullah.com– Mencermati situasi terakhir di Timur Tengah, pasca Sidang Darurat PBB sepertinya tidak memberikan kepastian hukum di wilayah Palestina.
Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB tidak dipatuhi oleh Amerika Serikat (AS) dan Israel. Malahan Israel semakin brutal melakukan agresi bersenjata atas pendudukan wilayah Palestina di Baitul Maqdis dengan membantai secara kejam anak-anak dan wanita Palestina.
Hal itu, kata pengamat politik Rahman Sabon Nama, membuat situasi politik dan keamanan 22 negara di kawasan Timur Tengah dan antara Israel-Palestina semakin tidak menentu.
“Hal demikian harusnya menjadi perhatian PBB, tetapi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) lebih sering menimbulkan kerusakan dari pada menciptakan keamanan dan ketertiban dunia,” ujarnya dalam rilisnya diterima hidayatullah.com, Jumat (29/12/2017).
Kini, lanjutnya, wibawa lembaga keamanan dunia itu diuji terkait rongrongan provokasi Israel dan AS menentang putusan Sidang Darurat DK PBB pada Kamis (21/12/2017) lalu.
“Padahal jelas bahwa putusan Sidang Darurat PBB memperkuat Resolusi 298 tahun 1971 dan Resolusi 465 tahun 1980 untuk menghentikan dan membongkar pembangunan pemukiman Yahudi di Yerusalem (Baitul Maqdis, Red)) serta melarang semua tindakan yang dilakukan Israel dan Amerika saat ini,” tambahnya.
Baca: Utusan PBB: Status Masa Depan Baitul Maqdis Harus Dirundingkan
Ia mengatakan, pengukuhan penetapan resolusi terkait Baitul Maqdis itu semestinya harus dilaksanakan dan tidak boleh lagi ada kegiatan terulang terkait pengakuan ibu kota Baitul Maqdis oleh Israel dan AS pasca Sidang Darurat DK PBB tersebut.
“Apabila PBB tidak punya keberanian dengan membiarkan Amerika dan Israel terus mengkangkangi untuk tidak melaksanakan putusannya, maka kredibilitas PBB terancam ambruk,” ungkap alumnus Lemhanas ini.
Selain itu, tambahnya, ancaman AS dan Israel terus berlangsung merundung kegelisahan umat Islam Indonesia dan umat Islam dunia, apabila Sekjen PBB Antonio Guterres tidak tegas membiarkan AS dan Menlu Israel Tzipi Hotovely terus memprovokasi dan mempengaruhi negara kecil untuk menentang resolusi Sidang Darurat DK PBB menolak klaim sepihak AS dan Israel terkait Baitul Maqdis.
“Jaminan kepastian hukum internasional oleh DK PBB, seharusnya dipatuhi dan dilaksanakan bersama oleh semua negara anggota,” ujar dia.
Oleh karenanya, Sekjen PBB Guterres harus menegur dengan memberi peringatan keras, tidak membiarkan AS dan Israel terus melakukan diplomasi ilegal mempengaruhi negara kecil agar menentang resolusi PBB untuk memindahkan kantor kedutaannya ke Baitul Maqdis.
Baca: Sebagai Bentuk Terima Kasih pada AS, Israel Buat Stasiun “Trump” di Baitul Maqdis
Ia mengatakan, sudah sepantasnya pemberian sanksi ekonomi atau ancaman semacam pembekuan sementara keanggotaan di PBB apabila kedua negara itu masih menentang resolusi DK PBB.
Demikian pula, situasi terakhir di Baitul Maqdis harus dikritisi Indonesia, untuk menjamin kepastian hukum di tanah Palestina.
“Indonesia harus bisa mengambil peran dan Presiden Joko Widodo dapat meminta pimpinan negara anggota OKI dan Non Blok agar mendesak PBB konsisten menjalankan dan mengamankan putusannya terkait Yerusalem,” tambahnya.
Apabila AS dan Israel masih nekat, dengan tidak mengindahkan resolusi PBB hasil sidang darurat itu, maka merupakan keniscayaan DK PBB untuk dapat memberikan sanksi ekonomi atau pembekuan sementara keanggotaan PBB bagi AS, Israel, dan negara penentang yang memindahkan kedubesnya di Baitul Maqdis.
“Saran saya agar Menlu Retno Marsudi untuk terus melakukan diplomasi dengan negara anggota OKI dan negara Non Blok untuk bersama mengingatkan PBB tidak hanya mengecam atas tindakan AS dan Israel yang terus ngotot,” tambahnya.
Apabila perlu Indonesia dapat memberikan sanksi ekonomi dan politik diplomatik bagi 7 negara pendukung AS-Israel membuka kantor kedubesnya di Baitul Maqdis, karena tindakan ilegal melawan hukum internasional, Rahman menekankan.*