Hidayatullah.com– Sebanyak 116 guru di Blok Sandrem, Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, sedang mencari keadilan dalam kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak yang dilakukan Yayasan Pesantren Indonesia (YPI) Ma’had Al-Zaytun tempat mereka bekerja.
Pada hari Kamis (11/01/2018), para guru beserta kuasa hukum dari LBH Bandung mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Kelas I A Kota Bandung, dengan Perkara No 11/ Pdt.Sus-PHI/ 2018/ PN.Bdg.
Peristiwa ini bermula dari para guru yang mengusulkan perbaikan terhadap sistem manajemen pendidikan dan asrama, juga menyarankan yayasan untuk mendaftarkan ISO agar sistem manajemen menjadi aktuntabel dan transparan.
“Para Guru juga mengkritisi penggunaan dana (Bantuan Operasional Sekolah) BOS yang semula dana tersebut masuk ke rekening Madrasah Aliyah Ma’had Al-Zaytun dipindahbukukan ke rekening pribadi AS Panji Gumilang sebagai Ketua Pembina Yayayan Pesantren Indonesia yang merangkap sebagai pimpinan Ma’had Al-Zaytun,” jelas mereka dalam siaran pers mereka di Bandung diterima hidayatullah.com.
Baca: Pasca Bentrok Penghuni PP Al Zaytun dan Warga, Polisi Amankan 2 Tersangka
Pada Jumat, 18 November 2016, bertempat di Masjid Al-Hayat Mahad Al-Zaytun, AS Panji Gumilang dalam pidatonya menyatakan “banyak guru nyeruwat, otaknya diisi asu edan”.
Ungkapan kasar tersebut dinyatakan setelah Para Guru menyampaikan kritikannya terhadap YPI Mahad Al-Zaytun.
Pada tanggal 9 Desember 2016, Para Guru mengunjungi kediaman AS Panji Gumilang dengan tujuan untuk bersilaturahim dan meminta klarifikasi soal pernyataannya dalam pidato sebelumnya.
“Namun, AS Panji Gumilang menolak untuk ditemui,” sebutnya.
Selanjutnya, pada tanggal 18 Desember 2016, AS Panji Gumilang kembali berpidato dan dalam pidatonya menuduh penanggung jawab asrama melakukan pungli dan korupsi.
Pada tanggal 18 Desember 2016, Para Guru masih beriktikad baik untuk menemui AS Panji Gumilang dengan tujuan untuk bersilaturahim dan mengklarifikasi pernyataannya.
“Namun AS Panji Gumilang tidak mau ditemui dan kediamannya dijaga oleh petugas keamanan,” sebutnya.
Upaya Para Guru berlanjut dengan meminta mediasi kepada Kapolres Indramayu, dengan tujuan untuk dipertemukan dengan AS Panji Gumilang.
Pada 30 Desember 2016, Kapolres Indramayu beserta Kapolsek Gantar berusaha memediasi antara Para Guru dengan AS Panji Gumilar. “Namun tidak ada hasilnya,” imbuhnya.
Pada 6 Januari 2017, Para Guru dilarang masuk ke lingkungan Kampus Pesantren Al-Zaytun dengan dihadang menggunakan pagar rantai dan puluhan petugas keamanan serta ratusan orang yang tidak dikena.
Bahkan katanya Para Guru tidak diperbolehkan melakukan shalat Jumat di Masjid Pesantren Al-Zaytun. Hal itupun terjadi pada tanggal 9 Januari, serta, 2, 3 dan 6 Februari 2017.
“Tindakan Yayasan Pesantren Indonesia yang melarang guru untuk masuk ke pesantren melaksanakan tugas juga diketahui oleh Pengawas MA Kemenag Kab. Indramayu,” ungkapnya.
PHK Sepihak
Setelah rangkaian kejadian yang dialami oleh Para Guru, akhirnya Para Guru di-PHK secara sepihak melalui “Surat Keputusan Syaykh Ma’had Al-Zaytun No 013/AZ-k/V-1438/II-2017” Tentang Penetapan Guru yang Tidak Aktif Mengajar.
Surat tersebut katanya tidak dikirimkan langsung kepada Para Guru, melainkan Para Guru mengetahuinya dari Kementerian Agama Kabupaten Indramayu. Surat tersebut menandakan bahwa telah terjadi PHK sepihak yang dilakukan oleh Yayasan.
Baca: Dukungan Al Zaytun Pada Israel Dinilai Ada Hubungan dengan BBM
Tindakan Yayasan Pesantren Indonesia Ma`had Al-Zaytun yang melarang Para Guru untuk melaksanakan tugas mengajar dan tidak membayar upah Para Guru dari bulan Desember 2016 hingga saat ini, dinilai telah melanggar Pasal 93 ayat (2) huruf F UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
“Serta melanggar Pasal 151 Jo. Pasal 155 UU Ketenagakerjaan,” imbuhnya.
Atas tindakan Yayasan Pesantren Indonesia Ma’had Al-Zaytun tersebut, Para Guru menuntut pemenuhan hak-hak sebagaimana diatur Pasal 156 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), UU Ketenagakerjaan.*