Hidayatullah.com- Pengamat Gerakan Bersih Indonesia (GBI) Adhie Massardi menilai bahwa Menteri Koordinasi Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Binsar Pandjaitan ingin mencoba mendudukan masalah secara proposional terkait dengan penyebutan nama (Luhut) dalam rekaman percakapan pada kasus “Papa Minta Saham”.
“Mungkin dia (Luhut) ingin menjelaskan posisinya karena pemerintahan mengintervensinya,” kata Adhie kepada hidayatullah.com, menanggapi pertemuan tertutup yang diadakan oleh Menkopolhukam dengan sejumlah pengusaha media bersama Rudiantara (Menkominfo) untuk membahas terkait isu penyiaran di Indonesia.
Jika sampai ada upaya menekan media, menurut Adhie tidak ada kekuatan apapun yang bisa mengendalikan opini media. Mungkin media resmi bisa dikendalikan, “Tetapi bagaimana dengan sosial media yang tidak mudah untuk dikendalikan?”
Dan Adhie pun mempertanyakan, persoalannya adalah kenapa dalam kasus Setya Novanto dan Sudirman Said di ronde pertama itu, justru Luhut yang banyak dibantai? Menurutnya, karena selain sebagai tentara dan pensiunan jenderal, Menkopolhukam ini adalah pengusaha yang mungkin tahu kalau PT Freeport dikelola sendiri akan lebih banyak menguntungkan bangsa Indonesia.
“Saya melihat posisi Pak Luhut di sini itu sebagai pihak yang mungkin memberikan ide-ide kepada pemerintah agar PT Freeport ini dikelola sendiri, dan menurut saya itu wajar,” kata Adhie.
Tetapi, dikatakan Adhie, akan menjadi tidak wajar dalam pandangan PT. Freeport karena (PT. Freeport) ingin melakukan perpanjangan kontrak karya, dan bahkan ingin mengelolanya sendiri dengan cara-cara melawan hukum.
“Itulah sebabnya PT. Freeport melobi ke sana kemari,” pungkas Adhie.
Sebelum ini, Jumat (4/12/2015), Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan mengundang sejumlah pemilik media massa di Kantor Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.*