Hidayatullah.com– Pemerintah menyesuaikan peraturan impor beras untuk membantu persediaan stok beras awal 2018.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, penyesuaian tersebut berdasarkan Instruksi Presiden nomor 5 tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras oleh Pemerintah.
“Impor beras awal tahun tetap dilakukan dengan beberapa perubahan mekanisme pelaksanaan,” jelas Darmin, Senin (15/01/2018), di Jakarta lansir Anadolu Agency.
Pemerintah, lanjut Darmin, meminta Bulog untuk melakukan operasi pasar secara intensif serta penyaluran beras sejahtera berdasarkan stok yang masih ada.
“Sebagai informasi, stok di Bulog saat ini ada 875 ribu ton,” ungkap Darmin.
Darmin juga meminta Bulog untuk memperluas jumlah dan jangkauan penyaluran stok beras. Dengan begitu, harga beras bisa didorong kembali ke harga yang ditetapkan di dalam HET (Harga Eceran Tertinggi).
Pelaksanaan penyaluran stok beras Bulog, menurut Darmin, dapat dilakukan sejak saat ini hingga panen dimulai. Selain itu, bila sudah terjadi penurunan harga, maka operasi pasar akan dihentikan.
Baca: Anggota Komisi IV: Impor Beras Bersamaan Musim Panen Tidak Bijaksana
Darmin mengatakan Bulog akan ditugaskan mengimpor sampai dengan 500 ribu ton sesuai mandat Perpres Nomor 48 Tahun 2016, guna menstabilkan harga beras.
“Juga untuk meningkatkan cadangan beras pemerintah dan menjaga ketersediaan beras di masyarakat,” tambah Darmin.
Darmin juga mengatakan hanya Bulog yang diberikan mandat untuk melakukan impor beras secara bertahap hingga 500 ribu ton. “Paling lambat impor dilakukan hingga pertengahan Februari dan bisa diteruskan hingga akhir Februari kalau harga belum turun,” jelas Darmin.
Selain impor, Darmin mengatakan, pemerintah juga meminta Bulog untuk menyerap gabah petani pada panen raya hingga puncak panen di bulan April. Terkait harga, pemerintah memberikan fleksibilitas kepada Bulog.
“Jangan sampai harga di petani lebih tinggi sehingga tidak bisa diserap Bulog,” kata Darmin.
Kemudian, Darmin mengatakan pemerintah meminta Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk menyelesaikan persoalan data terkait luas panen dan produktivitas beras yang selama ini belum terpadu.
Data tersebut mencakup luas tanah, luas panen, serta produktivitas beras.
“Berdasarkan data itu, Bulog akan menyerap gabah petani,” urai dia.
Baca: DPR: Dugaan Mafia Impor Beras Harus Ditepis Pemerintah dengan Bukti
Terkait data, pemerintah akan meluncurkan one map policy (Kebijakan Satu Peta Nasional) pada Agustus mendatang untuk mendukung data yang dimiliki BPS.
“Data itu nanti juga akan mencakup data irigasi,” tambah dia.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan pada hari ini sudah dilakukan operasi pasar dengan menyalurkan lebih dari 90 ribu ton beras.
“Jadi tidak usah ada kekhawatiran terkait stok beras,” ujar dia, Senin.
Enggar mengatakan operasi pasar akan terus dilakukan Bulog di samping juga terus melakukan penyerapan gabah petani.
“Untuk mengisi stok internal juga akan dilakukan impor oleh Bulog secara langsung,” jelas Enggar.
Proses administrasi impor menurut Enggar akan dilakukan dalam satu hingga dua hari ke depan agar beras bisa segera masuk. “Proses akan dilakukan tanpa melanggar aturan,” jelas dia.
Dengan begitu, Enggar berharap harga akan turun karena ia juga memastikan stok beras akan tercukupi.
Baca: DPR: Kapasitas Produksi Sangat Besar, Mestinya Tak Perlu Impor Beras
Diberitakan hidayatullah.com sebelumnya, kebijakan impor beras tersebut mendapat sorotan dari berbagai pihak, apalagi musim panen padi akan segera tiba di berbagai daerah.
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengapresiasi pernyataan Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo yang menyatakan daerahnya sudah mencapai swasembada beras, sehingga siap mengirim stok beras ke 33 provinsi lainnya di Indonesia. Dengan kondisi itu, mestinya perdagangan pangan antar pulau antar provinsi lebih diaktifkan, mengingat luasnya wilayah Indonesia.
“Pulau-pulau di daerah lain banyak penghasil beras. Kapasitas nasional untuk memperbanyak produksi bahan pangan sangat besar, sehingga tak perlu impor,” ungkap Fahri Hamzah kepada pers di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (15/01/2018).*