Hidayatullah.com– Pakar Hukum Tata Negara yang juga Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) 2008-2013, Mahfud MD, menegaskan, negara boleh mengatur persoalan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).
Ia pun menegaskan bahwa mempidana pelaku LGBT bukanlah sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
“Ada konfirmasi yang kuat dari konstitusi kita agar bapak-bapak di DPR, di DPD juga, endak usah ragu. Ini tidak melanggar hak asasi, tidak melanggar hak asasi, ketika kita menyatakan perilaku seksual LGBT itu dilarang dan dikriminalisasi, itu memang untuk melaksanakan perintah konstitusi,” ungkapnya di Jakarta Pusat, semalam, Selasa (23/01/2018) dalam program diskusi ILC mengenai “RUU KUHP: LGBT Dipidana atau Dilegalkan?”.
Baca: Ketua MPR: Tiga Tahun Terakhir Pertumbuhan LGBT Hampir 40 Persen
Mahfud pun mengungkapkan banyak negara di dunia yang menerapkan aturan terhadap LGBT. Bahkan di Irlandia, terangnya mencontohkan.
Mahfud bertutur, di negara tersebut, ada salah seorang anggota parlemen yang juga pelaku homoseksual (gay). Senator Irlandia itu pun menggugat undang-undang di negara itu terkait larangan LGBT. Sang senator merasa bahwa UU itu mengganggu haknya sebagai seorang gay. Lalu ia pun melakukan gugatan ke Pengadilan Uni Eropa. Pengadilan membenarkan gugatan senator gay tersebut, pengadilan mengatakan bahwa sang gay punya legal standing untuk menggugat UU di Irlandia tersebut.
Kemudian, masih tutur Mahfud, senator gay tersebut melakukan gugatan UU itu ke konstitusi Irlandia. Namun gugatan itu ditolak.
“Pengadilan Irlandia: kami tidak tunduk pada hukum Uni Eropa. Kamu (senator gay, Red) tetap dilarang, LGBT di sini,” tutur Mahfud.
Jadi, lanjutnya menekankan, “negara itu boleh konstitusinya itu mengatur seperti (larangan LGBT) itu.”
Baca: Meluruskan Logika Kelompok LGBT Berdasarkan Konstitusi Negara
Mahfud juga mengatakan bahwa perilaku LGBT harus dilarang. Bukannya orangnya, kata dia. “Ini hak asasinya dihargai, dalam hal-hal lain dihargai, tapi dalam perilaku seksual itu tidak boleh. Itu tidak boleh. Harus dilarang dan harus dikriminalisasi dan itu dah ada dasar konstitusinya.”*