Hidayatullah.com– Pendiri Pusat Informasi dan Advokasi Rohingya-Arakan (PIARA), Heru Susetyo Ph.D, menilai tidak ada yang baru dari laporan awal Dewan HAM PBB tentang Myanmar yang belum lama ini dirilis. Sudah lama, kata Heru, di Myanmar terjadi genosida atau crimes against humanity.
“Masalahnya laporan itu di-follow up-i (tindak lanjuti) atau tidak? Dan melahirkan tindakan hukum tidak kepada rezim militer Myanmar? Tunduk tidak pemerintah Myanmar terhadap laporan itu?” ungkapnya mempertanyakan kepada hidayatullah.com, Senin (03/09/2018).
Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini tidak optimistis pemerintah Myanmar akan menindaklanjuti laporan itu. Sebab rezimnya belum berganti.
Baca: Indonesia Perlu Kawal Terus Temuan PBB soal Genosida Rohingya
“Walaupun sekarang pemerintahan sipil, cuma otaknya masih militer,” kata Heru. “Aung San Suu Kyi juga tidak tegas. Dia main di dua kaki. Walaupun dia aktivis HAM, tapi dia tidak ingin kehilangan pengaruh di sebagian besar masyarakat Burma. (Laporan awal Dewan HAM PBB) ini jadi hanya sekadar rekomendasi.”
Kecuali, kata Heru melanjutkan, pemimpin negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Rusia mengambil inisiatif untuk mengatasi masalah ini.
Kalau tidak, maka menurutnya, kejahatan di Myanmar akan tetap lestari.
Baca: KBRI Myanmar Dukung Relawan Indonesia Bantu Pengungsi Rohingya di Rakhine
Pemerintah Indonesia, kata dia, juga jangan terlalu pragmatis dalam membantu penyelesaian masalah ini. Dibanding Indonesia, Malaysia menurutnya lebih tegas.
Dia berpendapat, pemerintah Indonesia tidak cukup menggunakan pendekatan “empat sehat lima sempurna” seperti dialog, membantu di bidang kesehatan, dan pendidikan.
“Itu perlu, tapi itu hanya mampu mengatasi masalah sejenak. Namun untuk masalah hak-hak asasi mereka yang belum pulih, ketidakadilan, harus ada pendekatan advokasi juga. Ini yang kurang,” kata dia.* Andi
Baca: Pertemuan DPR RI-Dubes Bangladesh, Dorong Indonesia Lebih Tegas Bela Rohingya