Hidayatullah.com–Pengadilan pidana khusus dibentuk Kerajaan Arab Saudi (KSA) hari Selasa menggelar sidang secara rahasia terhadap ulama tersohor Syeikh Salman al-Audah, dengan tuntutan hukuman mati atas 37 dakwaan terorisme.
“Pengadilan pidana khusus mulai mengadili Syekh Salman al-Audah secara rahasia,” kata Prisoners of Conscience melalui akun Twitter-nya hari ini. “Dia dikenai 37 dakwaan terorisme dan jaksa menuntut hukuman mati.”
Prisoners of Conscinece adalah lembaga nirlaba memantau tahanan dan penegakan hak asasi manusia di Arab Saudi.
Kelompok hak asasi yang memantau penahanan ulama dan kerabat kerajaan negara itu setelah Mohammad bin Salman menduduki takhta Putera Mahkota Arab Saudi, lapor anak Syeikh Salman mengkonfirmasi berita tersebut.
Syeikh Salman, 61, adalah ulama Ahlus Sunnah yang terkenal dan berpengalaman dengan pandangannya yang cukup kontroversial mengenai isu-isu sosial, ditangkap tahun 2017.
Ia dirujuk ke persidangan rahasia pada pertengahan Agustus di Riyadh, setelah hampir setahun ditahan tanpa pengadilan.
Media Arab Saudi kemarin mengumumkan bahwa ‘individu yang terhubung dengan organisasi teroris’ dijatuhi hukuman mati, tetapi tidak menyebutkan nama Syeikh Salman.
Namun, aktivis hak asasi mengklaim informasi dari pengadilan di Riyadh menegaskan individu tersebut juga termasuk Syeikh Salman al Audah, yang merupakan anggota Persatuan Ulama Muslim Sedunia (IUMS) yang dinyatakan organisasi “teroris” oleh empat Negara Arab; Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain.
Tuduhan terhadap dia tidak dideklarasikan pada awal persidangan. Sebaliknya, jaksa kemarin menuntut 37 dakwaan, termasuk ‘memimpin kelompok teroris’ dan ‘melakukan hasutan kepada pemerintah’.
Setelah itu, netizen media sosial mulai menghujani hashtag ‘Salman al-Audah bukan teroris’ dan mendesaknya untuk dibebaskan.
“Hukuman mati terhadap Salman adalah pertanda buruk untuk apa yang akan terjadi. Salman tidak memberikan pendapat politik. Dia tidak mengkritik Putra Mahkota Mohammad bin Salman atau pemerintah Arab Saudi secara umum, tetapi pandangannya dikatakan mengancam negara.
“Dengan menerapkan hukuman itu, Arab Saudi berharap untuk menutup publik,” kata Direktur Hak Asasi Al-Qist, Yehia Assiri.
Baca: Putra Syeikh al ‘Audah Berharap Pemerintah Saudi Bertanggungjawab Kondisi Ayahnya
Dakwah Media BCA - Green
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Syeikh Salman ditangkap 10 September 2017 dengan 20 orang lainnya, sebagian dari operasi khusus setelah Mohammad bin Salman menjadi Putra Mahkota pada bulan Juni tahun yang sama.
Gelombang penangkapan itu turut menargetkan ulama, anak raja, feminis, aktivis hak asasi dan pengusaha, yang dilihat sebagai satu kampanye untuk membasmi Arab Saudi dari perbedaan pendapat.
Syeikh Salman, yang memiliki 14 juta pengikut Twitter, ditangkap setelah membuat pengingat untuk perdamaian antara Arab Saudi dan Qatar.
Sebelumnya, Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain, memutuskan semua hubungan dengan Qatar setelah menuduh negara itu mendukung “teroris” yang selalu dibantah Doha.*