Hidayatullah.com– Masyarakat diimbau untuk tetap kritis dan berani melaporkan ke pihak berwajib apabila mengetahui terdapat kasus perdagangan manusia (human trafficking).
Kasus-kasus tersebut belakangan ini masih marak terjadi di berbagai daerah, terutama dengan modus operandi praktik perdagangan orang yang menggunakan media sosial dan biro jodoh untuk perekrutan.
Terutama, sebagaimana disebut Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet), di lima provinsi di Indonesia yang menjadi pusat perdagangan manusia, terutama perempuan, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat.
Secara khusus hal itu terkait dengan sejumlah bencana yang terjadi di Indonesia seperti di NTB dan Sulteng. Pemerintah diharapkan mendata secara akurat kasus-kasus perdagangan manusia, sebab pasca bencana ribuan orang dinyatakan hilang.
“Mendorong Komisi VIII DPR meminta KPPPA didampingi Pemerintah Daerah (Pemda) untuk melakukan pendataan yang akurat terhadap jumlah kasus perdagangan manusia, terutama pasca terjadinya bencana di sejumlah daerah Indonesia beberapa waktu lalu, seperti gempa di Nusa Tenggara Barat dan tsunami di Sulawesi Tengah, mengingat data yang diterima oleh KPPPA menyebutkan masih ada sekitar 5.000 perempuan dan anak-anak yang hingga saat ini masih belum ditemukan,” ujar Bamsoet lewat rilisnya diterima hidayatullah.com, Jumat (12/10/2018).
Menyikapi kasus perdagangan manusia, Ketua DPR juga mendorong Komisi I DPR meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk meningkatkan pengawasan dan menindak tegas terhadap situs-situs yang membuat iklan lowongan kerja ataupun yang memberikan janji kemudahan bekerja ke luar negeri.
Bamsoet mendorong Komisi VIII DPR meminta Kementerian Agama (Kemenag) melalui Kantor Urusan Agama (KUA) untuk memperketat persyaratan perkawinan bagi warga yang akan menikah.
Bamsoet mendorong Komisi VIII DPR bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) didampingi instansi terkait lainnya, untuk melakukan rapat bersama membahas upaya-upaya dan strategi yang harus dilakukan, untuk mencegah dan memberantas konspirasi serta mafia perdagangan manusia khususnya yang terjadi pada perempuan dan anak-anak.
Bamsoet mendorong Komisi III DPR dan Komisi VIII DPR meminta Kepolisan dan KPPPA untuk bekerja sama dalam mengusut tuntas seluruh potensi kasus dan kasus human trafficking di Indonesia, serta menindak tegas seluruh pihak-pihak yang terbukti terlibat sesuai dengan UU No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking).
Komisi III DPR dan Komisi VIII DPR didorong untuk meminta Kemenkumham/Ditjen Imigrasi untuk mengevaluasi dalam pemberian izin pembuatan paspor di daerah, terutama bagi calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI) perempuan dan anak, guna mencegah dan meminimalisir terjadinya perdagangan manusia.
Bamsoet mendorong Komisi IX DPR meminta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) bersama dengan pihak imigrasi untuk meningkatkan pengawasan dan pemantauan terhadap setiap proses penyaluran TKI.
“Mengingat tingginya permintaan terhadap TKI seringkali disalahgunakan melalui jalur ilegal hingga perdagangan manusia,” imbuhnya.
Bamsoet pun mendorong Komisi IX DPR meminta Kemnaker untuk memastikan negara-negara tujuan TKI memiliki perlindungan terhadap tenaga kerja serta meminta kepada TKI yang akan berangkat untuk mempelajari dan memahami mengenai budaya negara yang akan ditempati.
Kepada seluruh pihak, baik Kemnaker, Kepolisian, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Migrant Care, dan instansi terkait lainnya, diminta untuk meningkatkan koordinasi dalam mencegah terjadinya TKI ilegal dan perdagangan orang.
“Meminta Pemerintah untuk berkomitmen dalam memastikan perlindungan kepada seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) di manapun berada, serta memberikan pelatihan kepada seluruh WNI yang akan menjadi TKI di luar negeri, terutama di lima provinsi yang rentan terhadap perdagangan manusia tersebut, agar dapat menjaga diri dan tidak mudah terpengaruh oleh ajakan atau tawaran dengan iming-iming tertentu yang masih belum jelas asal-usulnya,” dorongnya.*