Hidayatullah.com– Indonesia dinilai sudah gawat darurat dalam matematika. Penelitian terbaru dari Program Research on Improvement of System Education (RISE) di Indonesia, yang dirilis pada 2018, menunjukkan bahwa kemampuan siswa memecahkan soal matematika sederhana tidak berbeda secara signifikan antara siswa baru masuk SD dan yang sudah tamat SMA.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, siswa lemah terhadap soal matematika, bukan perkara yang baru.
“Kita sudah tahu matematika kita parah. Tidak hanya matematika saja, tetapi IPA dan literasi yang kita dorong. Isu tentang ini bukan isu baru. Kemendikbud sudah memahami,” kata Muhadjir Effendi kepada wartawan, Senin (12/11/2018) KBRN di Jakarta.
Pada dasarnya, menurutnya, pihaknya telah melakukan upaya-upaya untuk mengatasi kelemahan tersebut.
Misalnya, dengan meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skills (HOTS) namun mendapatkan protes.
“Kita mulai berlakukan Higher Order Thinking Skills. Itu pun pada ribut padahal belum sampai 20 persen”.
Oleh sebab itu, ke depan pihaknya akan terus meningkatkan kemampuan siswa dan kualitas guru.
“Kita mulai berlakukan Higher Order Thinking Skills untuk meningkatkan daya serap dan kemampuan para siswa. Kemarin kita kenalkan Higher Order Thinking Skills. Guru secara masif kita adakan pelatihan,” ujarnya.
Mengenai protes siswa yang mengeluhkan sulitnya soal matematika di ujian nasional atau ujian masuk perguruan tinggi negeri, menurutnya soal harus dibuat sulit.
“Mana ada ujian mudah. Bukan ujian kalau soal mudah. Kalau ujian mudah, jangan ada ujian. Kita sudah menyiapkan guru lebih. Guru harus menstransfer kepada siswa sehingga siswa lebih siap menghadapi ujian baik berstandar nasional maupun ujian masuk perguruan tinggi,” ujarnya.*