Hidayatullah.com– Presiden RI Joko Widodo resmi melantik Panglima Komando Strategis Angkatan Darat Letnan Jenderal TNI Andika Perkasa sebagai Kepala Staf Angkatan Darat pada Kamis di Istana Negara, Jakarta.
Andika menggantikan KSAD sebelumnya yakni Jenderal TNI Mulyono yang akan pensiun pada awal 2019 mendatang.
Pelantikan mantan komandan Pasukan Pengamanan Presiden tersebut berdasarkan Keputusan Presiden No 97/TNI Tahun 2018 tentang pemberhentian dan pengangkatan KSAD.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto serta Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menjadi saksi dalam penandatanganan berita acara pelantikan di Istana Negara, tulis Anadolu.
Presiden juga memutuskan menaikkan pangkat satu tingkat lebih tinggi kepada Andika Perkasa dari sebelumnya Letnan Jenderal TNI menjadi Jenderal TNI.
Kenaikkan pangkat itu diatur dalam Keputusan Presiden No 98/TNI Tahun 2018 tentang kenaikan pangkat dalam golongan perwira tinggi TNI.
Presiden juga langsung menyematkan pangkat bintang empat kepada Andika Perkasa.
Sementara itu, Direktur Riset Setara Institute Halili mengatakan bahwa Letnan Jenderal TNI Andika Perkasa memiliki catatan minus dalam rekam jejak dinas kemiliterannya.
“Selain label personal sebagai mantu A. M. Hendropriyono yang kerap mendapat komentar negatif, Andika juga pernah disebut dalam pembunuhan tokoh dan aktivis HAM Papua Theys Eluay,” kata Halili kepada Tempo, Kamis, 22 November 2018.
Halili mengatakan, melihat dari struktur dan kultur kemiliteran, catatan minus tersebut secara internal tidak akan berpengaruh banyak terhadap jabatan baru Andika sebagai Kepala Staf Angkatan Darat. Namun, jabatan KSAD akan sangat berpengaruh jika dikaitkan dengan tuntutan eksternal.
“Tuntutan banyak kalangan untuk menggunakan peradilan umum sebagai mekanisme pemidanaan tentara menurut saya akan sulit untuk direspons secara progresif oleh Angkatan Darat di tangan beliau,” katanya.
Halili pun memprediksi revisi UU Peradilan Militer di tangan Andika akan sulit dilakukan. Padahal, kata dia, kebijakan tersebut merupakan tuntutan kuat dari eksternal.
“Karena eksklusivitas yudisial di peradilan militer itu lah sebenarnya salah satu pangkal imunitas. Di tangan Andika Perkasa, saya yakin revisi UU tersebut akan stagnan, bahkan mundur,” ujarnya dikutip Tempo.*