Hidayatullah.com– Viral video seorang kepala desa yang mengumpulkan warga dan ‘memaksa’ memilih calon presiden petahana nomor urut 01, Jokowi Widodo, pada pemilihan presiden (Pilpres) 17 April mendatang.
Warga pun diancam, siapa saja yang tidak patuh akan menimbulkan permasalahan baru.
Pantauan hidayatullah.com, Senin (01/04/2019), dalam video tersebut tampak sang kades berbaju koko lengkap dan peci putih serta bersarung putih, berbicara kepada sekelompok orang di suatu ruangan. Dengan berbahasa Sunda, sang kades mengajak hadirin agar memilih paslon 01 Jokowi-Ma’ruf Amin.
“Saya sebagai kepala desa mohon ke tokoh masyarakat, (Ketua) RT/RW ya mohon dukung nomor 01 yaitu Bapak Jokowi,” ujarnya lantas terdengar suara orang tertawa dan suara “siap”.
Video berdurasi 2.20 ini menyebar luas di berbagai media sosial, termasuk Instagram dan WA.
“Ini bukti salah satu kades di Bogor jawa barat jd bukan hoax usaha pemerintah *Kades Cikopo Bogor sedang memaksa warganya memilih Capres 01 . Viralkan agar ditindak oleh panwaslu,” bunyi keterangan video tersebut yang sudah menyebar pada Ahad (31/03/2019).
Baca: Prabowo: Rakyat Ingin Perubahan, Tak Mau Dibohong-bohongi Lagi
Sementara itu, berdasarkan informasi dari Divisi Penindakan Pelanggaran Pemilu Kabupaten Bogor, Abdul Haris kepada wartawan, Ahad kemarin, Kades tersebut bernama Tatang.
“Benar Cidokom, bukan Kecamatan Cisarua tapi Kecamatan Rumpin, namanya itu Pak Tatang kejadiannya tanggal 22 Maret ditemukan oleh Panitia Pengawas Kecamatan,” ungkapnya.
Dalam video itu, Tatang meminta kepada seluruh tokoh masyarakat terutama RT dan RW agar memilih paslon 01 dengan harapan terpilih lagi menjadi presiden.
Tatang mengatakan, para warga dan tokoh masyarakat tersebut dikumpulkan supaya mereka semua ada kekompakan dalam pilpres mendatang.
Baca: Wantim MUI Imbau Paslon Hindari Politisasi Agama pakai Isu Khilafah
Menurutnya, sebagai aparatur pemerintahan, harus tunduk terhadap arahan atasan. Hal tersebut dianggap sudah menjadi kode etik pemerintahan dan tak boleh dilanggar. Dalam hal ini, dia menyebut atasan tertinggi adalah sang presiden.
“Jadi kami pribadi sebagai aparat pemerintahan ya, jadi harus nurut yang di atas tuh. Jadi mau tidak mau misalnya di masyarakatnya, suka tidak suka harus nurut yang di atas, yaitu harus ke presiden,” katanya yang diterjemahkan dari bahasa Sunda.
“Siap tidak?” Tanya Tatang. “Siap-siap,” sambut warga yang hadir.
Tatang bahkan menegaskan, aparat pemerintahan yang tidak patuh pada arahan itu akan menimbulkan persoalan baru.
“Jadi ini ya kalau tidak nurut dengan yang di atas, senang tidak senang ya gitu saya mohon pokoknya ke semua RT/RW bisa ke masyarakat. Yaitu kita coblos nomor satu yaitu Presiden Jokowi, jika kita melawan jadi efeknya lain ini,” ujarnya.
Baca: Gubernur Bali Ajak Milenial Pilih Jokowi, Bebas dari Pelanggaran Kampanye
Kini kasus tersebut sedang ditangani Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) dan Tim Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Bogor, Jawa Barat.
Divisi Penindakan Pelanggaran Pemilu Kabupaten Bogor, Abdul Haris menjelaskan, kasus ini masuk dalam kategori temuan Bawaslu sehingga tidak harus menunggu adanya laporan.
“Temuan pun bisa diproses setelah memenuhi ketika syarat terpenuhi formil materil, dugaan pelanggaran diproses, secara unsur formil materil sudah terpenuhi jadi tidak menunggu laporan,” katanya kutip INI-Net.
Haris mengatakan, karena ajakan Kades Cidokom tersebut melanggar aturan, maka Tim Gakkumdu Kabupaten Bogor yang terdiri dari Bawaslu, kepolisian dan kejaksaan akan memprosesnya dengan memanggil Tatang dan saksi lainnya pada Senin ini, (01/04/2019).
Ia menerangkan, jika berdasarkan keterangan saksi, terlapor dan barang bukti yang ada maka Tatang akan dijerat pasal 490 junto 282 Undang-Undang nomor 7 tahun 2017. Dia terancam penjara selama 1 tahun dan denda Rp 12 juta.
Baca: Prabowo: Ketum Parpol Koalisi akan Teken Kontrak ‘Tak Cari Keuntungan Pribadi’
“Jika terbukti di pengadilan, Kades Cidokom, Rumpin Tatang terancam hukuman penjara selama 1 tahun dan denda Rp 12 juta, mudah-mudahan kasus pelanggaran pemilu ini menjadi pembelajaran bagi kades dan Aparatur Sipil Negara (ASN) lainnya untuk tetap netral dan tidak berkampanye untuk Capres maupun Calegnya,” terangnya.
Haris memaparkan, sejauh ini ada 10 kasus pelanggaran pemilu dimana 9 kasus pelangaran pidana dan 1 kasus lainnya pelanggaran administrasi. Kasus-kasus tersebut sudah ada yang berproses di Pengadilan Negeri (PN) Cibinong.
“Dari 10 kasus pelanggaran pemilu sudah satu yang kami rekomendasikan untuk disidik oleh kepolisian, kasus laporan dugaan ketidakbecusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bogor terkait Daftar Pemilih Tetap (DPT) tersebut masih berproses di PN Cibinong sementara kasus lainnya ada sudah kami upayakan mediasi dan teguran,” papar Haris kutip Inilahkoran.com.*