Hidayatullah.com- Koordinator Bantuan Hukum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Julius Ibrani menyatakan bahwa di dalam proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Pertembakauan, badan legeslatif (baleg) sebagai pengusul melanggar banyak tata tertib dan peraturan yang dibuat DPR sendiri.
“Di mana tidak ada substansi penting yang bergulir dalam pembahasan RUU ini, dan tidak ada transparansi publik dalam tahapan dan pihak pengusul di dalamnya.” kata Julius dalam konferensi pers (konpers) bertema “Korupsi dan Pertembakauan, Siapa Sponsornya?” di The Ubud Building, Jalan H. Agus Salim, Jakarta Pusat, Kamis (15/10/2015).
Menurut Julius sergapan kapitalisme rokok itu tidak berbatas di gedung parlemen saja, melalui Kemenperin Nomor 63 Tahun 2015 pemerintah memberikan kekuasaan yang tidak terbatas kepada pihak industri untuk memproduksi rokok tanpa menghiraukan aspek kesehatan.
Bahkan, lanjutnya, saat ini industri beramai-ramai menolak kenaikan cukai rokok agar produk yang sudah mereka produksi tanpa batas tersebut dapat dibeli dengan murah oleh semua kalangan termasuk juga anak-anak dan masyarakat miskin.
“Masyarakat dan parlemen harus jeli bahwa paket perusakan legislasi yang masuk baik yang ada dalam DPR ataupun pemerintah adalah produk yang kontra kepentingan rakyat,” ujarnya.
Julius menambahkan pasal Kretek dalam RUU Kebudayaan ramai ditolak oleh berbagai pihak dan akhirnya di drop dari RUU tersebut. Penolakan ini menandakan jika masyarakat menyadari rokok kretek merupakan budaya yang memang tidak pantas diwariskan untuk generasi muda kita.
Sedangkan, di dalam RUU Pertembakauan industri rokok sama-sama akan diberikan wewenang untuk bebas melestarikan segala jenis produk rokok di Indonesia. Sehingga, sudah sepantasnya penolakan yang sama harusnya juga ditujukan kepada RUU Pertembakauan.*