Hidayatullah.com– Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengkritis langkah kepolisian yang menjadikan tokoh penggerak Aksi Bela Islam 212 Ustadz Bachtiar Nasir (UBN) sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Fickar menilai UBN telah dibungkam oleh kepolisian, di sisi lain ia menyinggung bagaimana dengan proses hukum kasus-kasus rekening gendut yang melibatkan penyelenggara negara.
Fickar menilai kepolisian mestinya lebih fokus ke kasus-kasus rekening gendut tersebut serta kasus-kasus korupsi dimana di situ katanya terjadi pencucian uang.
Secara khusus Fickar menyinggung kasus-kasus yang telah dianalisis oleh Pusat Pelaporan dan Transaksi & Analisa Keuangan (PPATK) dan dilaporkan ke kepolisian namun proses hukumnya mandek.
“Seharusnya jika kepolisian ingin mengefektifkan UU Tindak Pidana Pencucian Uang, berapa banyak terjadi pencucian uang baik dalam banyak kasus korupsi maupun rekening gendut yang dimiliki para penyelenggara negara, terutama yang hasil analisisnya disampaikan pada Kepolisian oleh Pusat Pelaporan dan Transaksi & Analisa Keuangan (PPATK) tetapi banyak yang tidak jalan,” ujar Fickar kepada hidayatullah.com Jakarta saat diminta tanggapannya, Selasa (07/05/2019) siang.
“Dalam bidang korupsi hanya KPK yang dapat membunyikan TPPU ini, sedangkan instansi lain termasuk kepolisian tidak maksimal,” tambah Magister Ilmu Hukum Universitas Indonesia ini.
Baca: Polisi Tetapkan Ustadz Bachtiar Nasir sebagai Tersangka
Fickar pun menilai telah terjadi upaya pembungkaman lewat hukum terhadap UBN dalam kasus dugaan TPPU tersebut, mengingat UBN saat ini telah terang benderang berdiri pada posisi oposisi.
Fickar menelai, ditetapkannya UBN sebagai tersangka adalah berlebihan, sementara kasus terkait dugaan TPPU tersebut sebenarnya bisa diselesaikan dengan audit oleh akuntan publik.
“Tuduhan TPPU terhadap UBN dalam konteks kegiatan sosial sebenarnya dapat diselesaikan dengan audit oleh akuntan publik, karena itu proses hukum terhadapnya sangat berlebihan, jangan sampai karena UBN dilihat sebagai bagian dari pihak oposisi dalam berpendapat, hukum digunakan untuk membungkamnya,” ujarnya.
Ia pun mengatakan, proses penegakan hukum terhadap UBN berkaitan dengan sangkaan: penggelapan dalam jabatan, penipuan (374, 372, 378 KUHP) jo UU Yayasan Jo UU TPPU harus diawasi dengan cermat.
“Karena penuntutan terhadap kegiatan sosial yang kesemuanya jika ada audit dari akuntan publik adalah tindakan yang terasa berlebihan.
Hal ini mengingat kegiatan tersebut dilakukan bukan dalam kerangka keuntungan pribadi tetapi lebih pada kegiatan keumatan untuk orang banyak,” terangnya.
Sebelumnya, UBN dijadikan tersangka atas dugaan melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari dana Aksi 411 dan 212 tahun 2016 silam.
UBN merupakan salah satu tokoh yang menandatangani surat rekomendasi Ijtima Ulama III terkait dugaan kecurangan Pemilu 2019.
Dalam surat pemanggilan bernomor MPgl/212/v/Res2.3/2019 Dit Tipideksus yang diterima hidayatullah.com dan beredar di media sosial sejak kemarin hingga Selasa (07/05/2019), UBN akan dipanggil untuk diperiksa pada Rabu, 8 Mei 2019 besok sekitar pukul 10.00 WIB.
Surat panggilan tersebut ditandatangani Dirtipideksus Brigjen Rudy Heriyanto Adi Nugroho.
Baca: Soal Dana Aksi Bela Islam, Dinilai tak Ada UU Yayasan yang Dilanggar
UBN akan diperiksa di Gedung Awaloedin Jamin lantai 4, Subdit III TPPU/Money LaunderingBareskrim Polri, Jl Trunojoyo 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
“Untuk didengar keterangannya sebagai Tersangka dalam perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan tindak pidana asal mengalihkan aset yayasan dengan melawan hukum,” bunyi surat tersebut.
Wakil Direktur Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes Daniel Tahi Monang membenarkan bahwa UBN ditersangkakan atas kasus dugaan pengalihan aset Yayasan Keadilan Untuk Semua (YKUS).
“Ya sudah (ditetapkan tersangka) kasus YKUS,” kata Daniel saat dikonfirmasi, Selasa (07/05/2019).
Kepolisian mengaku bahwa kasus tersebut sudah lama. “Kasus yang 2017 itu kan,” ungkap Daniel.*