Hidayatullah.com– Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Nurhayati Ali Assegaf mengatakan, untuk memperjuangkan isu Rohingya di komunitas Parlemen ASEAN sendiri sangat sulit.
DPR RI pernah membawa isu ini ke ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA), tapi gagal karena untuk menggolkan satu isu harus mendapat persetujuan bersama dalam mekanisme konsensus.
Berbeda ketika isu Rohingya dibawa ke Inter-Parliamentary Union (IPU) di Rusia, maka isu ini segera mendapat persetujuan untuk dibahas dan diselesaikan. Apalagi dalam pengambilan keputusannya, IPU memberlakukan mekanisme voting.
“Di ASEAN masih sulit memperjuangkan isu Rohingya, karena di statuta ASEAN harus konsensus. Kalau di IPU sudah menggunakan mekanisme voting. Kami dari DPR RI pernah membawa isu Rohingya di pertemuan parlemen ASEAN dan itu gagal,” jelas Nurhayati usai menerima kunjungan Duta Besar Iran untuk Indonesia, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (24/06/2019).
Pada saat yang sama Nurhayati adalah President International Humanitarian Law (IHL), yang bisa mengundang Parlemen Myanmar untuk menjelaskan apa yang terjadi terhadap masyarakat Rohingya di hadapan sidang IPU.
Kemudian pada sidang IPU di Qatar, kembali mengundang Parlemen Myanmar untuk menjelaskan progres terakhir.
Pemerintah Myanmar berjanji segera menyelesaikan masalah terkait etnis Rohingya dan memberi akses kepada parlemen dunia untuk melihat dari dekat kondisi masyarakat Rohingya yang tinggal di Rahing State, Myanmar.
“Mereka menyepakati akan memberi akses pada Parlemen IPU untuk melihat sendiri situasi yang terjadi di Rahing state. Ini peristiwa kemanusiaan yang harus segera diselesaikan,” tutur politisi Partai Demokrat ini lansir Parlementaria.*