Hidayatullah.com– Jelang pembacaan putusan sengketa Pilpres 2019, massa melakukan aksi unjuk rasa damai di sekitar depan Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (26/06/2019).
Massa melakukan aksi untuk mengawal MK dalam mengambil keputusan atas sengketa Pilpres 2019. Besok, Kamis (27/06/2019) MK akan membacakan putusan tersebut.
Dalam aksi hari ini, massa yang datang dari berbagai organisasi dan kelompok itu antara lain menuntut agar MK mendiskualifikasi pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
“Tuntutannya diskualifikasi 01,” ujar salah seorang peserta aksi, Hanif, kepada hidayatullah.com, Rabu di sela-sela aksinya.
Berdasarkan pantauan, aksi berlangsung tertib, aman, dan damai.
Dalam aksi ini, eks penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdullah Hehamahua, kembali turun ke jalan. Aksi ini digelar Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat (GNKR).
Abdullah Hehamahua menjelaskan, kehadirannya bersama dengan masyarakat hanya ingin memberikan dukungan kepada hakim MK agar profesional, jujur, dan berani mengambil keputusan sesuai dengan nurani.
Para hakim MK juga didorong agar obyektif dan memutuskan seadil-adilnya sesuai fakta.
“Umur saya 71 tahun sekarang ini, mungkin 1 atau 2 hari atau 1 sampai 2 pekan lagi saya bisa saja meninggal. Saya tidak ingin negara ini hancur, berantakan karena saya tahu negara ini,” lanjutnya.
Walaupun sebelumnya capres Prabowo Subianto mengimbau massa agar tidak turun ke depan MK, namun massa tetap keukeuh turun ke jalan. Sebab, terang Abdullah Hehamahua, ia tak ada kaitan dengan capres-cawapres 02.
“Saya tidak ada urusan dengan Prabowo Sandi, saya juga tidak kenal Prabowo Sandi. Jadi tidak ada urusan dengan Prabowo Sandi, tidak ada urusan dengan Jokowi – Maruf Amin,” ujarnya di kawasan Patung Kuda, tak jauh dari Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (26/06/2019).
Abdullah Hehamahua pun menasihati hakim MK agar tidak takut pada intimidasi dan ancaman apapun bentuknya. “Memperjuangkan kebenaran dan menegakkan keadilan itu matinya syahid,” ungkapnya.
Ia menegaskan, apabila MK tidak memperhatikan fakta-fakta itu, maka penyelenggara pemilu termasuk partai politik akan mengalami ketidakpercayaan (distrust) dari masyarakat. Akibatnya, hanya sekitar 50 persen saja yang ikut pemilu 2024.
“Saya ingatkan Pak Prabowo-Sandi, Insya Allah 2024 tidak ada lagi yang dukung (kubu petahana) karena mereka sudah hilang kepercayan dari masyarakat,” ungkapnya.* SKR/INI-Net