Hidayatullah.com– Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) bekerja sama dengan penerbit Gema Insani menggelar seminar sehari tentang “Warisan Intelektual dan Keulamaan Buya Hamka”, di aula INSISTS, Jakarta, Sabtu (10/06/2017).
Menjadi pembicara pertama, Afif Hamka yang merupakan anak kesembilan Buya Hamka, menceritakan sosok ayahnya dalam kenangan pribadinya.
Bagi Afif, ayahnya multi talenta. Selain ulama yang jenius, ujarnya, Hamka juga seorang sastrawan, budayawan, sejarawan, politisi, dan jurnalis.
Afif menggambarkan pribadi ayahnya lembut namun tegas dan teguh pendirian. Sebagai ulama, kata Afif, Hamka sadar betul akan tugasnya menegakkan kebenaran, walau terasa pahit.
“Bahkan, bilamana yang kita koreksi itu pihak-pihak yang mempunyai otoritas ‘kekuasaan’, kita yang menyatakan kebenaran melalui koreksi, boleh jadi akan menghadapi resiko masuk penjara, bahkan teror yang menimpa kita. Begitulah resiko yang pahit yang akan dihadapi,” ucap Afif menjelaskan sikap Hamka.
Ketika masa Orde Lama, tuturnya, Hamka pernah dipenjara selama dua tahun lebih oleh rezim Soekarno. Hamka bersama para tokoh Islam yang lain dituduh merencanakan pembunuhan terhadap Soekarno, dengan menerima dana besar dari Menteri Malaysia Tengku Abdurrahman.
“Itulah fitnah keji yang dituduhkan kepada Hamka tanpa bukti-bukti nyata dan tanpa proses pengadilan hukum,” ungkap Afif.
Masa-masa disingkirkannya Hamka secara dzalim oleh pemerintah Soekarno, ujar Afif, merupakan musibah amat pahit yang dialami istri dan anak-anaknya.
“Saya ingat sekali bagaimana saya merasakan waktu SMP kelas 1 itu, itu bener-bener keluarga kami disengsarakan. Ditindas. Dimiskinkan,” tuturnya. “Apalagi saya, saya katakan saya, saya merasakan sekali disengsarakan, didzalimi oleh orang yang namanya Soekarno dan antek-antek.”
Namun, lanjut Afif, Hamka tetap bersedia mengimami shalat jenazah Soekarno yang pernah mendzaliminya. Ketika itu banyak orang yang mempertanyakan mengapa Hamka mau menshalati orang dzalim.
Jawaban Hamka, kata Afif, “Soekarno itu sahabat saya. Meskipun ia mendzalimiku, tapi kami bersahabat sejak zaman perjuangan dulu.”* Andi