Hidayatullah.com– Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Doni Monardo kembali menekankan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) untuk kedepannya melalui pendekatan kesejahteraan masyarakat dengan pertanian produktif.
Selain itu, tambahnya, perilaku masyarakat harus diubah sejak dini.
Doni mencontohkan bahwa ada beberapa jenis tanaman produktif yang bisa menjadi alternatif untuk menumbuhkan perekonomian warga seperti; kopi liberica, lidah buaya, cabai, dan sebagainya.
“Ini masalah cara pikir manusia. Harus diubah. Mulailah dengan menanam tanaman produktif seperti cabai, kopi liberica, lidah buaya atau bisa juga pisang,” ujar Doni sebagaimana siaran pers BNPB.
Baca: Gara-Gara Asap Karhutla
Hal itu ia tegaskan setelah melihat permasalahan yang ada terkait karhutla serta meninjau langsung karhutla di Provinsi Riau, Ahad (15/09/2019) bersama Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian.
Hingga Ahad pagi ini, terdeteksi ada 27 titik api kategori tinggi di Provinsi Riau. Secara umum Kota Pekanbaru masih diselimuti asap tipis hingga tebal dengan jarak pandang mencapai 1 km ada pukul 07.00 WIB dan pada pukul 10.00 WIB.
Jarak pandang berkisar antara 1 hingga 2.2 km dan suhu berkisar hingga 37 derajat celsius. Sedangkan kualitas udara menurut pengukuran PM10 pada pukul 07.00 s/d 10.00 WIB berada pada kisaran 182 sd 201 ugram/m3 atau dalam level tidak sehat.
Dalam kesempatan tersebut, pucuk pimpinan BNPB, TNI, dan Polri itu terbang menggunakan helikopter TNI AU selama 25 menit dari Lanud Pekanbaru, lalu mendarat di lapangan bola desa Kerumutan, Pelalawan, Riau untuk meninjau karhutla di dekat pompa minyak Pertamina di Blok Eka Kuning.
Baca: 3 Santri Riau Jadi Korban Asap Karhutla, 1 terindikasi ISPA
Sepanjang perjalanan, kendaraan rombongan melintasi jalan terjal berupa tanah di antara belantara perkebunan kelapa sawit. Sebelum tiba di Blok Eka Kuning, rombongan disambut dengan bekas lahan dan hutan yang terbakar, bahkan masih teramati adanya asap dari kebakaran tersebut.
Setibanya di titik lokasi pemadaman, Panglima TNI segera mengambil komando untuk menggerakkan pasukan dan melakukan analisa dan evaluasi (anev) terkait kendala dan kebutuhan pemadaman yang dilakukan melalui darat.
Panglima TNI mendapat laporan bahwa perlu adanya alat berat untuk membuka dan memperluas parit. Selain itu, pompa air berikut selangnya juga harus ditambah sehingga dapat menjangkau titik api.
“Kita akan kirim eskavator untuk memperlebar parit. Kemudian juga pompa air beserta selangnya,” sebut Panglima TNI.
Sebagai alat pantau siaga karhutla, TNI pun akan mengirimkan pesawat nirawak (drone) yang akan terbang selama 24 jam siang dan malam. Hal itu dinilai penting, sebab, menurut Hadi terdapat perbedaan data pada saat dan sesudah matahari terbenam.
“Drone ini akan diterbangkan 24 jam penuh untuk memantau. Api ini harus terus diamati karena siang dan malam beda. Kadang api padam saat siang, lalu malamnya menyala lagi,” ujarnya.
Sedangkan Kapolri Tito mengaku heran usai melihat sendiri karhutla yang ada di Provinsi Riau dari helikopter. Sebab, dari sekian ribu hektare luas lahan yang terbakar, disebut tak satupun yang mencakup lahan perkebunan sawit dan tanaman industri lainnya.
Tito menganggap, hal itu sekaligus menunjukkan masalah karhutla ini murni karena ulah manusia dan pelakunya adalah oknum yang sama.
“Apa yang sudah kami lihat dari helikopter bersama panglima TNI dan Kepala BNPB, lahan yang sudah jadi perkebunan, baik sawit maupun tanaman industri lainnya, kok tidak ada yang terbakar. Misal pun ada paling hanya sedikit dan di pinggir. Ini menunjukkan adanya praktek ‘land clearing’ dengan mudah dan murah memanfaatkan musim kemarau,” sebutnya.
Sebagai fokus dalam upaya pemberantasan karhutla, Tito akan memberi ‘reward and punishment’ bagi anggotanya. Tito meminta agar pasukan satgas karhutla dapat lebih kompak dan menjaga solidaritas sehingga permasalahan ini bisa diselesaikan dengan baik.
“Polda beserta jajarannya akan kami berikan ‘reward and punishment’,” sebutnya.*