Hidayatullah.com– Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman mengutarakan keprihatinannya terhadap terhadap guru yang terjun ke dalam dunia politik.
Sohibul mengimbau para guru, baik guru tetap maupun guru honorer, untuk tidak terjun ke hal-hal yang berbau politik praktis. Bagi Sohibul, jika hal itu terjadi, maka tentunya pendidikan akan terkontaminasi dengan efek negatif politik.
Hal tersebut disampaikan dalam diskusi publik memperingati Hari Guru Nasional yang diadakan Fraksi PKS DPR RI dengan Tema ‘Derita Guru dalam Sistem Pendidikan Indonesia’ di Ruang KK 2, Gedung Nusantara I, Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (26/11/2019).
“Di daerah Jawa Tengah banyak kepala daerah yang tidak didukung guru, banyak guru yang dilempar ke pusat kota. Ini korban politisasi. PKS sampaikan jangan libatkan guru dalam tim sukses, karena pendidikan kita terkontaminasi. Biarkan guru fokus pendidikan anak-anak kita,” katanya.
“Politik itu sifatnya jangka pendek, mendidik adalah proyek panjang peradaban, jangan hal yang bersifat jangka panjang yang dikorban oleh hal yang bersifat jangka pendek,” imbuhnya.
Baca: Ironis, Masalah Kesejahteraan Guru Honorer Tak Kunjung Selesai
Selain itu, keadaan yang memperburuk pendidikan Indonesia yaitu dengan banyaknya kriminalisasi terhadap guru. Ia melihat masih banyak guru yang menjadi korban kriminalisasi dari peserta didiknya.
Sebab, saat ini, sangat banyak orangtua lebih percaya anaknya ketimbang guru. Karena itu, Sohibul meminta para orangtua mempercayakan dan menghormati para guru dan tidak melakukan kriminalisasi terhadap para guru.
“Bagaimana era terbuka masih ada orangtua mempercayai apa yang disampaikan anaknya hubungannya dengan guru kemudian dikriminalisasi. Saya percaya ada juga kasus itu, tapi harus proporsional. Saya banyak lihat kebanyakan jadi bulan-bulanan anak didik, orangtua yang sok-sokan punya backing-an dari pihak luar,” ujarnya.
Ia menambahkan adanya tiga hal utama yang selalu menjadi faktor klasik dan isu yang selalu dibahas di lingkungan pendidikan atau guru. Yaitu kompetensi guru yang tidak memadai, distribusi guru, dan yang utama adalah mengenai gaji guru.* Abdul Mansur J