Hidayatullah.com– Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Hidayatullah (DPP), Dr Nashirul Haq dalam pembukaan Musyawarah Nasional (Munas) VII Syabab (Pemuda) Hidayatullah di Jakarta, mendorong pemuda Islam agar menyiapkan diri sebaik mungkin menyongsong Indonesia Maju 2045.
“Kita membawa gagasan-gagasan besar, kita mau apakan Indonesia ke depan ini. Kebijakan strategis apa yang akan kita buat minimal untuk tiga tahun yang akan datang. Kita harus bersiap menyongsong Indonesia Emas 2045, insyaAllah,” jelas Nashirul di Gedung Pusat Dakwah Hidayatullah, Jakarta, Jumat (17/01/2020).
Ia mendukung Pemuda Hidayatullah untuk meneruskan dan meningkatkan kiprahnya menyasar para pemuda khususnya di kampus dan masjid.
“Seperti yang disampaikan oleh Ketua Syabab kita akan menaklukkan kampus dan masjid itu bukti nyata bahwa Syabab benar-benar ingin menjadi organisasi kepemudaan yang kita harapkan,” ujarnya.
Baca: Pemuda dan Masjid
Berbicara soal pemuda, Al-Qur’an mengabadikan, usia pemuda itu adalah usia emas. Pemuda identik dengan idealisme, bersemangat, heroisme, ingin bergerak cepat, kuat fisik dan kuat berpikir. Bagi pemuda, masih kata Nashirul, penuh keberanian dan tidak ada istilah kata mundur. Sebagaimana kisah Nabi Ibrahim Alaihissalam yang diabadikan Allah dalam Al-Qur’an.
Nashirul menuturkan, ketika Raja Namrud bertanya, siapa yang berani-berani merusak berhala-berhala sesembahan mereka, di antara mereka mengatakan bahwa mereka mendengar ada seorang pemuda yang sering mencela sesembahan tersebut, namanya Ibrahim. Dari kisah ini, tergambar sosok pemuda bernama Ibrahim yang luar biasa.
Selain itu, pemuda juga identik dengan idealisme, sebagai bisa ditemui dalam kisah pemuda Ashabul Kahfi yang hidup di era kepemimpinan seorang penguasa yang dzalim, yang benar-benar tidak memberikan ruang untuk seseorang beriman. Karena pemuda Ashabul Kahfi tidak punya kemampuan untuk melakukan perlawanan, akhirnya mereka kemudian mereka mengasingkan diri ke dalam gua, hingga kemudian ditidurkan oleh Allah. Cerita ini diabadikan dalam Surat Al-Kahfi.
Begitu pula, para Sahabat Rasulullah, seperti Ali bin Abi Thalib, pemuda yang sangat cerdas, di usia muda sudah masuk Islam. Sejak kecil pun sudah ikut serta dalam beberapa peperangan kecil.
Ada pula Usamah bin Zaid, ketika masih berusia 18 tahun sudah menjadi panglima perang dimana banyak Sahabat senior yang ikut menjadi prajurit.
Pun kisah Mush’ab bin Umair, duta pertama ke Madinah. Juga kisah tabi’in, Umar bin Abdul Aziz, pada usia 22 tahun menjadi gubernur; Muhammad Al-Fatih menaklukkan konstatinopel pada umur 24 tahun; Imam Syafi’i menjadi imam dan mufti di usia 16 tahun, Ibnu Sina menjadi dokter istana pada umur 16 tahun, sebut Nashirul.
Baca: Munas VII Pemuda Hidayatullah Menyongsong Indonesia Maju
Ia juga mengatakan satu fakta bahwa ada beberapa contoh pemuda Islam zaman dulu yang memiliki persamaan, yaitu Ali bin Abi Thalib, Usamah bin Zaid, dan Muhammad Al-Fatih. Ketiganya sama-sama faqih, sosok leader (pemimpin), dan merupakan panglima perang.
Tidak kalah, Indonesia juga memiliki sejarah panjang terkait perubahan yang diusung para pemuda. Ia mengatakan, sangat banyak cacatan sejarah yang diperankan oleh pengaruh pemuda. Misalnya, Sumpah pemuda, Proklamasi, berakhirnya Orde Lama dan Orde Baru, hingga datangnya era Reformasi.
“Di Indonesia peran pemuda sangat luar biasa, dimulai dari Sumpah Pemuda tahun 1928, Proklamasi Kemerdekaan RI 45, dimana (ada) peran pemuda di situ. Kalau bukan karena pemuda ini, Indonesia mungkin belum merdeka pada tanggal 17 Agustus itu,” sebutnya.
“Pada saat itu Bung Karno dan Bung Hatta masih mempertimbangkan banyak hal, bagaimana dengan sekutu, bagaimana dengan Jepang sehingga (proklamasi) masih ditunda terus. Kemudian, beliau diculik oleh sekelompok pemuda ke Rengasdengklok, lalu kemudian dipaksa keduanya untuk segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Itu salah satu ciri pemuda, maunya cepat. Jadi kalau ada pemuda itu melambat-lambat, itu mau “disunat ulang” itu,” tambahnya seraya berguyon lantas disambut tawa ratusan peserta Munas VII Pemuda Hidayatullah.
Ia melanjutkan, pada tahun 1966, Orde Lama tumbang, yang juga diperankan oleh pemuda. Peristiwa Malari tahun 1974 dan Reformasi tahun 1998. “Sampai saat ini,” pemuda terus berperan.
Nashirul pun mengingatkan para pemuda agar tidak bersikap pragmatis.
“Yang namanya pemuda itu idealis. Idealis itu artinya tidak pragmatis. Jadi kalau ada pemuda yang berpikiran pragmatis itu menyalahi jati dirinya…. Karena dalam sejarah tidak pernah tidak ada yang seperti itu,” ungkapnya.* Azim Arrasyid