Hidayatullah.com- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) H M Hidayat Nur Wahid mendesak agar Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk penutupan masa sidang yang rencana digelar Kamis (16/07/2020), sudah mengagendakan untuk dapat merespons perkembangan penolakan Publik terhadap RUU HIP.
HNW juga mendesak DPR RI merealisasikan komitmen pimpinan DPR yang disampaikan langsung saat menerima delegasi Pimpinan Pengunjuk Rasa tolak RUU HIP untuk menghentikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
“Semakin banyaknya penolakan dari berbagai elemen masyarakat, dan adanya kegaduhan akibat RUU HIP dengan sejumlah ketentuannya yang kontroversial ini, seharusnya sudah bisa menjadi alasan bagi DPR – bersama dengan pemerintah – untuk bersikap resmi menghentikan pembahasan dan bahkan mencabut RUU ini dari Prolegnas Prioritas 2020 maupun Prolegnas Long List 2020-2020,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta diterima hidayatullah.com, Kamis (16/07/2020).
HNW menyayangkan hasil rapat Badan Legislasi DPR RI dan Pemerintah yang telah menarik 16 RUU dari daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2020, tetapi tidak ada RUU HIP dari daftar RUU yang ditarik tersebut.
Padahal, penolakan terhadap RUU ini sudah sangat masif dilakukan dari berbagai elemen bangsa, dari ormas keagamaan, Pemuda Pancasila, hingga Legiun Veteran. Sayangnya, aspirasi mereka belum didengarkan secara seksama oleh DPR RI.
“Suara dan aspirasi-aspirasi mereka juga sudah disampaikan oleh Anggota Badan Legislasi dari Fraksi PKS dalam Rapat Kerja Baleg DPR RI dengan Pemerintah (yang diwakili Menkumham) serta DPD, agar tripartit ini menyepakati untuk menghentikan pembahasan RUU HIP dan bahkan menariknya dari Prolegnas,” ujarnya.
Oleh karena itu, Anggota Komisi VIII DPR RI ini mendesak agar Rapat Paripurna DPR RI sebagai forum pengambilan keputusan tertinggi di DPR sudah mengagendakan untuk membahas penghentian pembahasan dan atau pencabutan RUU HIP ini dari Prolegnas.
“Pimpinan DPR sudah berkomitmen secara terbuka kepada Pimpinan Ormas yang berdemonstrasi menolak RUU HIP untuk menghentikan pembahasan, dan Menkopolhukam juga secara lisan pernah sampaikan bahwa Pemerintah tidak setuju dengan RUU HIP ini bermasalah ini. Jadi, apalagi yang mau ditunggu?” tukasnya.
HNW mengingatkan agar Pemerintah dan DPR tidak lagi jatuh pada lubang yang sama ketika RUU HIP ini diloloskan menjadi RUU Usul Inisiatif DPR.
“Ketika RUU ini dibahas sudah diingatkan oleh FPKS di Baleg terkait beberapa konten yang bermasalah. Lalu, tidak dihiraukan, sehingga dibawa ke Paripurna. Di Rapat Paripurna, penolakan dari FPKS dan Fraksi Partai Demokrat juga diabaikan, sehingga akhirnya menjadi kontroversi ketika isi dari RUU itu sampai ke masyarakat sangat luas,” ujarnya.
Diinformasikan, beberapa konten dalam RUU HIP ini menimbulkan kontroversi di masyarakat. Di antaranya adalah tidak diakomodasinya TAP MPRS XXV/1966 yang mengatur larangan penyebaran ideologi yang bertentangan dengan Pancasila; komunisme, Pancasila yang diperas menjadi trisila dan ekasila, hingga ketentuan banyak pasal dalam RUU HIP soal “ketuhanan” yang tidak sesuai dengan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama Pancasila. Juga tentang Visi dan Ciri Manusia Pancasila dalam RUU HIP itu yang ternyata tak sesuai dengan ketentuan Pancasila yang sudah final, yaitu Pancasila 18 Agustus 1945.
“Lebih baik dan sesuai dengan prinsip perwakilan Rakyat apabila DPR dan Pemerintah sepakat merespons banyak sekali kritik dan masukan publik untuk menghentikan pembahasan RUU HIP, bahkan mengeluarkan RUU HIP dari Prolegnas, agar kontroversi ini berhenti, dan kepercayaan Rakyat serta marwah DPR dapat terselamatkan, serta semua pihak dapat semakin berkontribusi dan fokus mengatasi dampak Covid-19 yang semakin meluas dan mengkhawatirkan itu,” pungkasnya.*