Hidayatullah.com–Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti melihat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tidak tegas, perihal kurikulum darurat yang akan diberlakukan di masa pandemi Covid-19. KPAI menilai penetapan kurikulum di situasi darurat seperti sekarang seharusnya digunakan untuk seluruh sekolah, bukan menjadi kurikulum alternatif.
“Kurikulum dalam situasi darurat ini harus digunakan seluruh sekolah, tetapi menjadi kurikulum alternatif,” kata Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti, Jumat (07/08/2020).
Retno mengungkapkan, penetapan kurikulum darurat Covid-19 adalah bukti pemerintah masih kurang tegas dalam mengarahkan pembelajaran yang tepat untuk situasi saat ini. Walaupun belum jelas mengenai standar isi dan standar pengukuran dalam kurikulum darurat, KPAI tetap mengapresiasi upaya Kemendikbud dalam membuat kurikulum yang disederhanakan untuk situasi darurat Covid-19.
KPAI, hanya menyanyangkan, di tengah masa pandemi seperti saat ini, harusnya kurikulum yang diberlakukan adalah kurikulum yang juga disesuaikan dengan situasi darurat di seluruh Indonesia. Artinya semua menggunakan kurikulum yang sama. Sehingga, dapat meringankan guru, siswa dan orang tua.
Sebelumnya, Kementrian Pendidikan baru saja menerbitkan Kurikulum darurat Covid-19 hal itu dituangkan dalam keputusan Mendikbud Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus. “Kurikulum pada satuan pendidikan dalam kondisi khusus memberikan fleksibilitas bagi sekolah untuk memilih kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran siswa,” kata Nadiem, kemarin Jumat (07/08/2020).
Retno juga mengulik terkait dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diminta pemerintah untuk mengganti biaya kuota internet siswa kurang mampu agar bisa mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) secara terbuka, KPAI mengatakan bahwa dana BOS hanya diterima sekolah setiap 4 bulan sekali. Besaran dana BOS untuk jenjang Sekolah Dasar (SD) sebesar Rp900 ribu tahun, SMP Rp1,1 juta per tahun, SMA Rp1,6 juta per tahun, dan SMK Rp1,7 juta per tahun.
Dana BOS, ujar Retno, selama ini telah digunakan untuk memenuhi 8 standar pendidikan nasional. Oleh karena itu, jika dana BOS digunakan juga untuk membiayai kuota internet tentu menyulitkan dan membebani sekolah, karena sekolah harus bayar guru honor dan tenaga honor.
“Tidak ada pandemi saja dana BOS kurang. Apalagi ketika ada pandemi. Beberapa daerah memberikan juga BOSDA (BOS Daerah), tetapi tidak semua daerah karena sekolah juga harus menyiapkan infrastruktur kenormalan baru dengan dana BOS. Daftar belanja bertambah, tapi uang belanja tidak bertambah, “tutupnya.*