Hidayatullah.com- Ekonom Senior, Rizal Ramli masih menyayangkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak seluruh gugatannya atas aturan ambang batas pencalonan presiden dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dihapus.
Menurutnya, MK tidak memiliki argumen hukum kuat menolak gugatannya. Rizal juga merasa MK lebih mendengarkan kekuasan menolak gugatan atas ambang batas pencalonan presiden. Dia bahkan menyebut bahwa putusan itu menggambarkan MK sebagai ‘Mahkamah Kekuasaan’.
“Kami sangat kecewa dengan putusan MK, yang tidak memiliki argumen hukum yang kuat. MK lebih mendengarkan suara kekuasaan,” kata Rizal melalui keterangan resminya, Ahad (17/01/2021)
“Para hakim di MK tidak memiliki bobot intelektual, kedewasaan akademik, dan argumen hukum yang memadai untuk mengalahkan pandangan kami,” terusnya.
Rizal berpendapat, sistem ambang batas presidensial sebesar 20 persen yang diterapkan di Indonesia, merupakan legalisasi dari sistem politik uang dan kriminal. Sistem itu, kata dia, merusak kehidupan bernegara dan kepentingan sosial masyarakat, sehingga perlu dihapuskan.
“Mereka, parpol-parpol tersebut berkepentingan untuk terus melanggengkan sistem-sistem demokrasi kriminal karena menguntungkan parpol-parpol secara finansial. Tidak mungkin mereka mau melakukan perbaikan, reformasi sistem politik yang kriminal tersebut,” ungkapnya.
Lebih jauh, mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indonesia itu lantas mencontohkan beberapa negara yang punya calon presiden lebih banyak, sehingga mencerminkan sebuah negara demokrasi.
“Di seluruh dunia ada 48 negara yang menggunakan sistem pemilihan dua tahap seperti di Indonesia tetapi tidak ada semacam Presidential Threshold. Ada negara seperti Ukraina yang bahkan memiliki 39 calon presiden, dengan 18 orang yang dicalonkan parpol yang berbeda dan 21 orang yang dicalonkan independen. Itulah esensi demokrasi yang sebenarnya, rakyat yang menyortir dan memilih calon presiden,” paparnya.
Saat ini Rizal tengah mempertimbangkan opsi lain, setelah gugatannya atas aturan ambang batas pencalonan presiden ditolak MK. “Ini untuk mendorong pembahasan yang betul-betul berbobot dan ilmiah tentang sistem demokrasi melawan sistem demokrasi yang bersih dan amanah,” tuturnya.
Diketahui MK menolak gugatan yang diajukan oleh Rizal Ramli, pada Kamis (14/01/2021) pekan kemarin. Lima dari sembilan hakim yang duduk dalam sidang pleno terbuka menolak gugatan tersebut.
“Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan seterusnya, amar putusan mengadili menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima,” kata Hakim Ketua Mahkamah, Anwar Usman saat membacakan amar putusannya, Kamis (14/01/2021).
Dalam pertimbangan itu hakim menilai ambang batas presiden dalam Pemilu 2019 tidak memberi kerugian secara konstitusional kepada pemohon. Menurut hakim, pemilih pada Pemilu legislatif 2019 dianggap telah mengetahui bahwa suara mereka akan digunakan untuk menentukan ambang batas pencalonan presiden.*