Hidayatullah.com–Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Hidayat Nur Wahid mengingatkan agar Pemerintah dan DPR segera memutuskan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) pada tahun 2022 dan tahun 2023. Hal tersebut diperlukan mengingat masih banyak daerah yang masa jabatan kepala daerahnya habis pada tahun tersebut, untuk diselenggarakan pada tahun 2022 atau 2023, dan tak perlu diundur ke 2024 dibarengkan serentak dengan Pilpres dan Pileg.
“Pelaksanaan pilkada pada 2022 dan 2023 tersebut merupakan bentuk dari keadilan. Penyelenggaraan pilkada 2020 tanpa diundurkan, meskipun Covid-19 masih menyebar,” kata HNW dalam keterangan tertulis, Minggu (31/01/2021).
Menurut pria yang sering disapa Ustadz Hidayat ini, penyelenggaraan pilkada 2022-2023 sebagai upaya keamanan gangguan politik dan meminimalisir gangguan-gangguan. Malah, kata dia, jika pilkada digelar 2024 justru yang ada akan semakin menambah kerunyaman baru.
Kemudian HNW ingatkan, agar Pemerintah dan DPR belajar dari pengalaman Pemilu 2019 dimana Pileg dan Pilpres digabungkan, telah menghadirkan korban ratusan KPPS yang meninggal, dan tak fokusnya Rakyat yang memilih anggota DPR / DPRD, karena fokusnya hanya kepada Pilpres.
“Pemerintah, walau sebelumnya tidak melakukan pilkada di era pandemi Covid-19, tetap keukeuh menjalankan pilkada pada 2020. Dengan alasan antara lain kalau diundurkan akan hadirkan destabilitas politik dan kerawanan keamanan. Lalu, itu justru sekarang justru tidak mau balas jasa untuk ratusan daerah yang berakhir kepemimpinannya pada tahun 2022 dan 2023? ” tanyanya.
Lebih lanjut, HNW juga mengkritisi alasan Pemerintah bahwa penundaan Pilkada 2022 dan Pilkada 2023, dengan menariknya ke Pemilu serentak pada 2024 bersama dengan Pilpres dan pileg, karena alasan stabilitas politik dan keamanan.Penilaian bahwa alasan tersebut justru bertolak belakang dengan rasionalitas dan dewasa, karena bila diundurkan maka di ratusan daerah yang seharusnya dilakukan pilkada, akan dipimpin oleh Pelaksana Tugas, yang ditunjuk oleh Pemerintah yang akan laksanakan tugas dalam rentang waktu yang panjang (2 tahunan) dengan kewenangan yang terbatas, padahal akan mengurusi PilPres dan Pileg juga.
Implikasinya, kata dia, dikhawatirkan dengan kondisi politik justru justru akan hadirkan destabilitas politik dan kerawanan keamanan. “Karena akan ada banyak kepala daerah yang habis masa jabatannya, sehingga dengan pimpinan yang berstatus Pelaksana Tugas (Plt). Dengan demikian, kalau Pilkada 2022 dan Pilkada 2023 diundurkan ke tahun 2024, justru sangat bisa terjadi distabilitas politik dan keamanan karena akan ada banyak daerah yang hanya dipimpin oleh Plt. Berbeda bila Pilkada yang seharusnya diselenggarakan pd 2022/2023 sudah diselenggarakan sesuai jadwalnya, maka beban Pilpres / Pileg berkurang dan sudah diurusi oleh Kepala Daerah definitif yang dipilih oleh Rakyat, ”tukasnya.
Oleh karena itu, HNW menyampaikan agar seluruh Fraksi di DPR dan Pemerintah (Presiden dan Mendagri) untuk membuat kebijakan yang objektif terkait wacana ini, agar bisa merevisi UU No. 10 Tahun 2016. Dengan menjadikan Pemilu serentak 2019 sebagai bahan evaluasi juga.
Ia meminta agar setiap kebijakan diputuskan secara objektif demi bangsa dan negara, sesuai dengan aturan dalam UUD NRI 1945 yang Indonesia sebagai negara demokratis, hukum, yang hormati HAM dan bahwa kedaulatan ada ditangan Rakyat, dan Pemilu yang diselenggarakan 5 tahun sekali. Diingatkannya kembali agar pemerintah tidak membuat aturan yang menguntungkan keluarga atau digunakan untuk menjegal seseorang tertentu, yang dikhawatirkan sebagian masyarakat.
“Ada isu di masyarakat bahwa membatalkan pilkada 2022 ke 2024 ini dilakukan karena Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akan habis masa jabatannya pada 2022. Dan beliau disebut dihambat untuk dipilih kembali sebagai Gubernur DKI karena yang besar untuk maju dalam Pilpres 2024,”jelasnya. “Kalau benar ada alasan yang seperti itu, sangat disayangkan sekali, karena ‘hanya’ untuk menghambat Anies, ada ratusan pilkada di banyak daerah yang dikorbankan. Demi Kedaulatan Rakyat dan Demokrasi yang semakin matang, dan Pilkada yang berkwalitas, semoga UU bisa direvisi dengan memperhatikan semangat Konstitusi, dan pengunduran Pilkada itu tidak terjadi, ”pungkasnya. */Azim Arrasyid