Hidayatullah.com — Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Ma’mun Murod turut menanggapi polemik Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi. Ia menyindir Guntur Romli, yang menurutnya, mendukung peraturan tersebut dengan sangat berlebihan, sampai-sampai menyerang kelompok penolak.
“MENOLAK PERMENDIKBUD PENJAHAT KELAMIN? Ada petinggi partai yang mendukung Permendikbud No 20/2021 sangat berlebihan. Sampai-sampai mengatakan bahwa yang menolak Permendikbud No 20/2021 disebutnya ‘penjahat kelamin’. Sebagai petinggi partai, ucapannya tentu terlalu berlebihan,” ujarnya melalui akun Twitter pribadi @mamunmurod_ Ahad (14/11/2021).
Pernyataan Ma’mun tersebut merujuk pada Guntur Romli, politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI), yang beberapa waktu lalu menuliskan dalam blog pribadinya bahwa hanya penjahat kelamin yang menolak peraturan pencegaha kekerasan seksual.
“Agak aneh saja, petinggi partai yang ini kan sering menuduh kelompok lain intoleran, konservatif, dan mengecam kelompok-kelompok keagamaan yang merasa diri paling benar. Lho kok justru sekarang bersikap serupa, merasa diri paling benar dalam menyikapi Permendikbud No 20/2021,” ungkap Ma’mun.
Dia juga mengatakan bahwa tidak semua pihak harus setuju dengan Permendikbud Ristek yang baru saja diteken oleh Nadiem Makarim itu. “Masa kita disuruh sepakat sepenuhnya mendukung Pemendikbud tsb? Lalu yang menolak dituduh sebagai ‘penjahat kelamin’. Tak ada pernghargaan terhadap perspektif yang berbeda,” imbuhnya.
Ma’mun juga menyatakan keheranannya mengenai Permendikbud yang solah sudah dianggap seperti Kitab Suci. “Kok seolah Permendikbud sudah seperti Kitab Suci. Jangankan Permendikbud, wong Kitab Suci saja boleh ditafsirkan, bahkan dengan tafsir liar sekalipun. Jangan generalisasi dalam melihat persoalan sosial. Generalisasi itu cermin picik dan kerdilnya pola pikir seseorang,” jelasnya.
Padahal, lanjutnya, pihak yang menolak juga tidak menolak Permendikbud secara keseluruhan.
“Seolah yang menolak berarti sepenuhnya tidak sepakat dengan Permendikbud. Padahal yang menolak juga variannya tidak tunggal. Ada yang menolak sepenuhnya. Ada yang meminta agar disempurnakan dengan memperhatikan nilai-nilai agamis bangsa kita,” sambungnya.
Ma’mum menilai memang sulit dipungkiri isi peraturan tersebut potensial melegalkan seks bebas di kalangan mahasiswa. Meski begitu, dia mengaku tetap mendukung sepenuhnya pesan yang ada dalam Permendikbud No 30 tahun 2021 itu.
“Saya sepakat dan mendukung sepenuhnya pesan yang ada dalam Permendikbud No 20/2021 bahwa perlu ada perlindungan terhadap korban kekerasan seksual di di dunia pendidikan. Namun semangatnya harus tetap berwajah Pancasila, bukan semangat kebebasan yang cenderung liar,” pungkasnya.*