Hidayatullah.com– Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat kembali menggelar Program Standardisasi Dai (18/12/2021). Dai lulusan dari program tersebut diharap mampu menjawab persoalan umat dan bangsa.
Sekretaris Jenderal MUI Pusat, Buya Dr. Amirsyah Tambunan, dalam sambutannya, menyampaikan harapannya terhadap para ulama yang menjadi peserta. Buya Amirsyah berharap para dai dapat berperan langsung dalam setiap persoalan yang ada, baik persoalan bangsa maupun persoalan keumatan.
“Ulama diharapkan hadir untuk menjawab persoalan keumatan dan kebangsaan,” tuturnya.
Pada agenda tersebut terdapat tiga materi inti, yakni ; Paradigma ke-MUI-an, Islam Wasathiyah dan juga Etika Dakwah.
Sekretaris Komisi Dakwah, Dr. Canra Krisna Jaya MA, menjelaskan, MUI adalah wadah musyawarah para Ulama, Zuama, dan Cendekiawan Muslim di Indonesia. Musyawarah itu, kata Canra bertujuan untuk membimbing, membina, dan mengayomi kaum Muslimin di seluruh Indonesia.
Dijelaskan ulama yang menyelesaikan sarjana di UIN Medan ini, berdirinya MUI merupakan hasil pertemuan dan musyawarah para ulama, cendekiawan dan juga zuama.
“Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal 7 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta,” terang Canra.
Di samping itu, Canra juga menjelaskan bahwa pada saat itu terjadi pertemuan dan musyawarah yang dihadiri 26 orang ulama yang merupakan perwakilan dari 26 provinsi di Indonesia.
Saat itu, diterangkan ulama kelahiran Mandailing Natal, Sumatera Utara ini, sepuluh ulama yang berkumpul terdiri dari beberapa ormas, di antaranya: NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti, Al Washliyah, Math’laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI, dan Al Ittihadiyyah.
Selain dari elemen ormas, Canra menyebutkan, ada 4 ulama yang juga berasal dari unsur TNI tiga matra dan Polri.
“Serta hadir pula 13 tokoh atau cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan,” ungkapnya.*