Hidayatullah.com– Sejarawan Anhar Gonggong mengungkapkan, Pancasila bukanlah milik Seokarno seorang saja. Sebab banyak pihak yang ikut terlibat dalam menjadikan Pancasila sebagai dasar negara.
Memang, Anhar mengakui bahwa Soekarno merupakan orang yang pertama kali merumuskan Pancasila, tetapi pada proses menjadikannya sebagai dasar negara, banyak jasa dari para tokoh, terutama dari kalangan Islam.
“Jadi adalah salah kalau orang mengatakan bahwasanya seakan-akan Pancasila itu hanya miliknya Soekarno. Benar memang bahwa Soekarno yang merumuskan pertama kali, tapi dalam proses menjadi dasar negara, Islam punya peranan sangat besar,” ujar Anhar dalam acara Literasi Kebangsaan Universitas Insan Cita Indonesia (UICI) bertema Menalar Doktrin Pancasila: Disrupsi Sejarah antara 1 Juni dan 18 Agustus dikutip website resmi UICI pada Kamis (02/06/2022).
Ia menegaskan, Pancasila merupakan konsensus dari dua kekuatan pada saat itu, yaitu nasionalis sekuler dan nasionalis Islam.
Terang Anhar, lahirnya Pancasila bermula dari sebuah sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Kala itu Radjiman Wedyodiningrat menanyakan apa dasar negara setelah merdeka.
Peserta sidang kala itu tak ada yang menjawab, kecuali Soekarno. Soekarno menyampaikan pidato tentang Pancasila sebagai dasar negara. Jawaban Soekarno itu mendapat tepuk tangan dari anggota sidang.
Setelah itu, Radjiman membentuk panitia delapan. Terdapat delapan orang dengan perbandingan tidak seimbang, yaitu dua orang nasionalis Islami dan enam orang nasionalis sekuler.
Melihat itu, Soekarno pun mengumpulkan 38 anggota BPUPK. Dari 38 anggota itu, Soekarno membentuk panitia kecil berjumlah 9 orang yang kemudian melahirkan Piagam Jakarta. Rencananya, hasil Piagam Jakarta itu akan menjadi naskah proklamasi kemerdekaan dan akan menjadi pembukaan UUD.
Oleh karena itu, jelas Anhar, jasa umat Islam dalam Piagam Jakarta itu sangat besar. Tuturnya, setelah Proklamasi Kemerdekaan, sore harinya Mohammad Hatta perwakilan dari perwakilan Kristen Katolik dan Protestan dari Indonesia Timur. Pada intinya, mereka menyampaikan keberatannya terhadap isi dari dari piagam pada tujuh kata “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Keesokan harinya, Hatta mengumpulkan para pemimpin umat Islam, terdiri dari Kasman Singodimejo dari Muhammadiyah, Ki Bagoes Hadikoesoemo dari Muhammadiyah, Wahid Hasjim dari Nahdlatul Ulama (NU), dan Teuku Muhammad Hasan untuk membahas usulan dari perwakilan Kristen Katolik dan Protestan dari Indonesia timur.
Tidak kurang dari 15 menit hal yang sangat penting bisa diselesaikan. Tujuh kata yang ditolak itu digantikan dengan tiga kata, “Yang Maha Esa” sehingga menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa.”
“Ini adalah toleransi para pemimpin Islam,” ungkap Anhar.
Anhar juga menjelaskan, lahirnya Pancasila bermula dari pidato Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945. Pidato itu lalu diterbitkan menjadi sebuah buku pada tahun 1947 berjudul Lahirnya Pancasila.
Terkait itu, menurut Anhar, ada kekeliruan masyarakat dalam melihat Pancasila dari berbagai perspektif. Misalnya, kata dia, pandangan yang mengatakan bahwa pada 1 Juni, Pancasila telah menjadi dasar negara.
“Oleh karena itu dosen saya, Profesor Notonegoro menggunakan istilah ada dua calon dasar negara menurut Profesor Notonegoro, dosen saya di Gadjah Mada. Yaitu tanggal 1 Juni adalah calon dasar negara yang dirumuskan oleh Soekarno pada tanggal 1 Juni. Calon dasar yang kedua adalah yang dirumuskan pada tanggal 22 Juni yang dikenal dengan nama Piagam Jakarta dan nama ini, istilah ini adalah istilah yang diberikan oleh Yamin sebagai anggota panitia sembilan,” kata Anhar dalam acara pada Rabu (01/06/2022) itu.
“Kemudian pada tanggal 18 Agustus baru (Pancasila) menjadi dasar negara karena kemarinnya, yaitu 17 Agustus 45 kita menyatakan kemerdekaan bangsa Indonesia,” tambah Anhar.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 itu, katanya, belum ada negara, sebab yang menyatakan kemerdekaan adalah bangsa Indonesia. Kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945, baru ada negara bersamaan dengan dirumuskannya sejumlah hal, termasuk diterimanya butir-butir Pancasila menjadi pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
“Lalu ada wilayah negara, ada penentuan Presiden dan Wakil Presiden lalu kemudian ada menteri-menteri dan sebagainya,” paparnya.*