Hidayatullah.com– Rekomendasi dua ratus muballigh oleh Kementerian Agama (Kemenag) RI menjadi perhatian Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Dr Haedar Nashir.
Haedar menyampaikan kritiknya terhadap rilis “200 muballigh” itu. Nama-nama penceramah Islam Indonesia yang direkomendasi Kemenag tersebut menimbulkan pertanyaan di benak Haedar.
“Mengapa dua ratus? Mengapa yang lain tidak masuk?” tanyanya saat menjadi pembicara kunci pada Kajian Ramadhan 1439 H Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur di Dome Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sabtu (19/05/2018), di hadapan ribuan peserta yang memadati Dome UMM kutip PWMU.co.
Baca: Fahmi Salim Minta Namanya Dicabut dari 200 Muballigh Rekomendasi Kemenag
Keputusan itu, menurut analisis Haedar, disebabkan oleh faktor politik keagamaan. Politik keagamaan yang dimaksud ialah keputusan-keputusan yang diambil tergantung dari pihak-pihak yang punya power. Orang-orang yang punya kekuatan-lah yang punya kuasa untuk memutuskan sesuatu.
“Karena disamakan antara agama dengan politik, maka agama sering dijadikan nilai untuk meraih kekuasaan. Bisa saja membantah teori yang mengatakan bahwa agama adalah politik dan sebaliknya, tapi kenyataannya seperti itu,” ujar Haedar.
Politik, sebut Haedar, adalah sesuatu yang nyata dan mutlak jadi bagian kehidupan. Dalam bahasa Muhammadiyah, politik dimaknai sebagai al-din wa al-dunya. Urusan dunia yang tak akan bisa lepas dari urusan agama.
Di mata Haedar, politik ialah segala hal yang berkaitan dengan urusan kekuasaan, termasuk perjuangan untuk meraih dan mewujudkannya. “Politik itu who gets what, when, and how,” jelas Haedar.
Untuk itu, Haedar berpesan bahwa nilai-nilai tauhid dalam Islam semestinya menjadi sarana muraqabah yakni sarana bagi siapapun untuk mengontrol diri ketika ada peluang.
“Terutama peluang yang menyimpang dan menyenangkan,” pesannya.
Nama Haedar Nasir diketahui termasuk dalam daftar 200 muballigh yang dirilis Kemenag pada Jumat kemarin.
Sementara itu, diberitakan hidayatullah.com sebelumnya, Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Fahmi Salim, menyatakan menolak namanya dimasukkan dalam daftar “200 Penceramah” versi Kementerian Agama yang dirilis hari Jumat, 18 Mei 2018.
“Intinya dengan berat hati saya tegaskan, saya meminta Sdr Menteri Agama RI untuk mencabut nama saya dari daftar tersebut karena berpotensial menimbulkan syak wasangka, distrust di antara para muballigh dan dai, dan saya tak ingin menjadi bagian dari kegaduhan tersebut yang kontraproduktif bagi dakwah Islam di tanah air,” ujarnya.
Mmenurut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, daftar nama 200 muballigh itu merupakan rilis awal yang dihimpun dari masukan tokoh agama, ormas keagamaan, dan tokoh masyarakat.
Jumlah daftar ini tentu akan terus bertambah seiring masukan dari berbagai pihak. Selengkapnya, Daftar 200 Nama Muballigh Pilihan Kementerian Agama di tautan berikut: https://kemenag.go.id/home/artikel/43092/daftar-nama-muballigh-pencaramah-islam-indonesia.*