Hidayatullah.com—Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis, menanggapi kontroversi Pengadilan Negri (PN) Surabaya yang mengizinkan pernikahan beda agama baru-baru ini. Ia menganggap hal itu terjadi karena salah memahami terkait syarat sahnya nikah yang termasuk dalam hukum agama.
Cholil Nafis mengatakan melalui akun Twitter-nya, sebagaimana dikutip oleh Hidayatullah.com, Rabu (22/6/2022), bahwa pencatatan nikah tak boleh lepas dari hukum agama.
“Ini salah memahami; pencatatan nikah yang tak dihubungkan dengan sahnya pernikahan menurut agama,” ungkap Cholil, merujuk pada keputusan PN Surabaya yang mengizinkan pernikahan beda agama.
“Sehingga mencatat perkawinan tanpa melihat syarat rukunnya,” lanjutnya.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur mengizinkan pernikahan pasangan beda agama. PN Surabaya menyebut alasan putusan tersebut karena perbedaan agama bukan merupakan larangan untuk melangsungkan pernikahan.
Pasangan yang beragama Islam dan Kristen tersebut sebelumnya menikah pada Maret 2022, namun ditolak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Surabaya. Mereka lalu mengajukan penetapan ke Pengadilan Negeri Surabaya agar diizinkan menikah beda agama.
“Memberikan izin kepada Para Pemohon untuk melangsungkan perkawinan beda agama di hadapan pejabat Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Madya Surabaya,” demikian bunyi penetapan yang diketok oleh hakim tunggal Imam Supriyadi.
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan bahwa perbedaan agama tidak bisa dijadikan larangan untuk melangsungkan pernikahan seperti diatur dalam Pasal 8 huruf f UU Perkawinan dan merujuk pada Pasal 35 huruf a UU No.23 tahun 2006.
Hal lain yang jadi pertimbangan, menurut hakim adalah warga memiliki hak untuk mempertahankan keyakinan agamanya ketika ingin membangun rumah tangga dengan orang lain yang berbeda agama. Hal itu, ujarnya, diatur dalam Pasal 29 UUD 1945 tentang kebebasan memeluk keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Penetapan itu tertuang dalam Penetapan Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby. Pemohon sendiri adalah pengantin pria berinisial BA yang beragama Islam dan EDS calon pengantin wanita beragama Kristen.
Sementara, Wakil Humas PN Surabaya Gede Agung mengatakan, seyogyanya memang pernikahan berbeda agama harus tercatat di Dispendukcapil Pemkot Surabaya lebih dulu. Namun, hal itu juga harus sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak pemohon.
“Iya, dicatat di Disdukcapil. Iya bisa saja (pernikahan beda agama) tergantung kesepakatan kedua mempelai,” kata Gede, Senin (20/6/2022), dilansir Detikcom.
Gede menjelaskan, hal itu tak hanya berlaku bagi Islam dan Kristen saja. Melainkan, seluruh agama yang sah di Indonesia. Hal itulah yang menurutnya bisa menjadi dasar permohonan penetapan pernikahan beda agama.
“Perkawinannya sah. Ada kesepakatan untuk dicatat di Disdukcapil, termasuk restu orang tua atau keluarga. Secara pokok seperti itu, ya. Pada pokoknya permohonan bisa saja diajukan, termasuk permohonan untuk pencatatan perkawinan beda agama lainnya,” ujarnya.*