Hidayatullah.com- Wartawan senior Herry Mohammad menilai Majalah Tempo saat ini sudah keterlaluan. Tempo pun dinilai mengedepankan prasangka dalam sejumlah pemberitaannya, terutama menyangkut syariah dan gerakan Islam.
“Tempo sudah masuk jurnalisme prasangka,” ujar Herry dalam acara silaturahim dengan jajaran Kelompok Media Hidayatullah (KMH) di Polonia, Jakarta Timur, Kamis, (27/02/2014) kemarin.
Tempo, kata Herry, kalau menulis tentang Perda-Perda syariah maupun lembaga-lembaga Islam, yang dicari adalah jeleknya.
“Ini memang sudah keterlaluan,” ujar pria yang juga mantan wartawan Tempo (1987-1990) ini.
Pernyataan Herry tersebut menyikapi pemberitaan Laporan Utama Majalah Tempo edisi 24 Februari-2 Maret 2014. Dalam laporan itu, Tempo menilai ada petinggi Majelis Ulama Indonesia (MUI) memainkan izin pemberian sertifikat halal di Australia
Herry mengatakan, dari pemberitaan Tempo, sangat tampak jika media tersebut mencari-cari kesalahan.
Herry pun menyoal cara-cara pemberitaan Tempo yang berlindung di balik sumber yang disembunyikan identitasnya. Masalahnya, kata dia, benarkah sumber tersebut ada.
“Adakah sumber tersebut sudah diverifikasi baik info maupun orangnya? Kecenderungan ini akan membawa pada jurnalisme prasangka, dan sebagian prasangka itu dosa,” ujarnya mempertanyakan.
Herry lantas menyebut ayat 12 dari al-Qur’an surat al-Hujurat [49] tentang perintah menjauhi prasangka.
Jurnalistik Tempo Merosot
Herry mengatakan, dari berbagai pemberitaannya yang selalu nyinyir dengan syariah Islam, menunjukkan ada dugaan pengelola Tempo tidak suka dengan hal-hal yang berbau syariah.
Menurut Herry, akibat “jurnalisme prasangka” itu, saat ini kualitas jurnalistik Tempo mengalami penurunan.
“Coba lihat surat pembaca yang ada di Tempo, banyak yang komplain. Dan ini menunjukkan kualitas jurnalistiknya merosot,” jelasnya mencontohkan kepada hidayatullah.com usai acara silaturahim.
Terkait berita Majalah Tempo dalam cover berjudul “Astaga! Label Halal” tersebut, Herry mempersilahkan masyarakat menilainya sendiri.
Dia pun berharap, Tempo tak lagi mengobrak-abrik tatanan umat dan ulama melalui pemberitaannya.
“Kalau bisa yang umum-umum aja yang ditembak,” saran Herry yang juga redaktur pelaksana sebuah majalah berita nasional ini.*