Hidayatullah.com — Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menjadi tokoh di pusaran isu yang menjadi perbincangan masyarakat belakangan. Ia telah membuat kebijakan menggebrak berkaitan dengan dua polemik berbeda selama menjadi Menteri Sosial (Mensos) dan Menteri Agama (Menag) Ad Interim.
Muhadjir dalam kepemimpinan sementaranya di dua kementrian tersebut, membuat dua kebijakan yang menjadi sorotan publik. Ia diketahui mengeluarkan kebijakan pencabutan izin dua lembaga yang berbeda, dan kemudian menarik pencabutan salah satunya.
Beberapa waktu lalu, Lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) menjadi perbincangan usai dilaporkan dalam investigasi Majalah Tempo. Sejumlah petinggi ACT dituding menyelewengkan dana donasi.
Menanggapi ramai isu ACT, Kementerian Sosial (Kemensos) di bawah pimpinan sementara Muhadjir, bereaksi keras dengan mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang telah diberikan kepada ACT.
Pencabutan izin ACT dinyatakan dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi, 5 Juli 2022.
“Jadi alasan kita mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut”, ujar Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi di kantor Kemensos (5/7/2022).
Dua hari setelahnya, Kementerian Agama (Kemenag) mencabut izin operasional Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur.
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Waryono mengatakan tindakan itu diambil karena salah satu pemimpinnya, Moch Subchi Azal Tsani (42) alias Bechi terjerat kasus dugaan pencabulan dan perundungan terhadap santrinya.
Pihak pesantren juga dinilai menghalang-halangi proses hukum terhadap yang bersangkutan.
“Sebagai regulator, Kemenag memiliki kuasa administratif untuk membatasi ruang gerak lembaga yang di dalamnya diduga melakukan pelanggaran hukum berat,” kata Waryono di Jakarta, Kamis 7 Juli.
Kebijakan itu tak berlangsung lama. Muhadjir yang menjabat sebagai Menag Ad Interim mengatakan izin operasional Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, di Jombang, Jawa Timur, telah dikembalikan pada Senin (11/7/2022).
Ia memastikan bahwa Ponpes Shiddiqiyyah bisa beraktivitas seperti sedia kala.
“Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah yang berada di Jombang, Jawa Timur dapat beraktivitas kembali seperti sedia kala,” kata Muhadjir, dilansir CNN Indonesia.
Menanggapi sepak terjang Muhadjir itu, beberapa pihak mempertanyakan aksi pencabutan izin lembaga terlibat polemik tersebut yang dinilai terlalu reaktif.
Sebelumnya, Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR Fadli Zon turut menanggapi pencabutan izin pengumpulan sumbangan Yayasa Aksi Cepat Tanggap (ACT) oleh pemerintah. Ia mengungkap pemerintah seharusnya tak bertindak otoriter terkait hal tersebut.
“Seharusnya jangan otoriter main cabut izin ACT,” tutur Fadli melalui akun Twitter-nya @fadlizon, sebagaimana dilihat oleh Hidayatullah.com, Kamis (7/7/2022).
Fadli juga mengatakan seharusnya sebelum pencabutan izin dilakukan, ada proses audit yang adil terhadap ACT. Ia pun menyampaikan jangan salahkan jika sikap yang serupa juga dihadapkan pada kasus korupsi di Kementrian Sosial (Kemensos).
“Audit dan bawa ke ranah hukum, setidaknya ada usaha mencari keadilan. Apakah ini ulah oknum atau sistemik? Jangan salahkan kalau logika ini dipakai pada oknum koruptor dana bansos di Kemensos,” ujarnya.
Sementara, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis menyatakan ketidaksetujuan terkait kebijakan “cabut-cabut” ini yang dinilainya tak bijak. Ia mengatakan seharusnya proses hukum terhadap yang salah lah yang semestinya dikedepankan.
“Akhir-akhir ini mudah sekali cabut-cabutan. Baru isu di media seperti ACT sudah dicabut izinnya, baru proses hukum di pesantren Shiddiqiyah dicabut izinnya. Harusnya, yang salah diproses hukumnya bukan lembaganya dibubarin, kecuali lembaganya bertentangan dg NKRI,” ungkap Cholil melalui akun Twitter-nya, sebagaimana dilihat oleh Hidayatullah.com, Selasa (12/7/2022)
Sejumlah netizen pun mempertanyakan kenapa kebijakan atas Pesantren Shiddiqiyah berbeda dengan ACT.
“Yang baru terindikasi langsung cabut izinnya. Yang sudah jelas pelaku pemerkosaan, dibatalkan pencabutannya. Apa karena ada yg sowan ke sana minta dukungan?” Tanya salah satu netizen pengguna Twitter.
“Kesalahan ACT tidak foto sama Jokowi sehingga Pak M Efendi tetap cabut izin ACT,” ungkap netizen lain.
“Sama-sama pelakunya satu atau dua orang, cuma bedanya ada ‘sejumlah uang’ disitu.. Semoga bisa dipahami ya,” ujar netizen lainnya.*
YUK IKUT.. WAKAF ALAT & SARANA
DAKWAH MEDIA
Sarana dan alat Dakwah Media, senjata penting dalam dakwah.
Wakaf dan jariyah Anda sangat membantu program Dakwah Media.
Transfer ke Rekening : Bank BCA No Ac. 128072.0000 (An Yys Baitul Maal Hidayatullah)
Klik Link : https://bit.ly/DakwahMediaGhazwulFikri