Hidayatullah.com—Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah Yogyakarta, menanggapi polemik penggunaan jilbab di sekolah negeri di Propinsi Yogyakarta (DIY). Muhammadiyah mengatakan, polemik ini terjadi karena adanya perbedaan persepsi tentang pemakaian jilbab bagi peserta didik muslimah di sekolah negeri antara guru dan orang tua.
“Merebaknya pro-kontra tentang jilbab tersebut bermula dari perbedaan persepsi tentang pemakaian jlbab bagi peserta didik muslimah di sekolah negeri antara guru yang berpandangan bahwa memakai jilbab bagi peserta didik muslimah merupakan pelaksanaan salah satu ajaran agama dan usaha untuk membentuk akhlak mulia, namun ada sebagian orang yang menganggapnya sebagai pemaksaan sehingga menimbulkan permasalahan,” ujar Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Yogyakarta H.Gita Danu Pranata (Ketua) dan Drs. H. SUkiman, M.A (Sekretaris), dalam siaran pers yang dirilis hari Rabu, 10 Agustus 2022.
Menurut PW Muhammadiyah, polemik ini seharusnya tidak terjadi. Sebab setiap permasalahan pendidikan pada dasarnya akan dapat diselesaikan dengan baik, apabila dilakukan dengan mengedepankan prinsip-prinsip pendidikan.
Menurut Muhammadiyah, tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia. Karena itu, sudah benar tugas guru mendidik dan mengarahkan siswa berakhlak mulia, terutama siswa/siswi beragama Islam untuk menjalankan ajaran agamanya.
“Bahwa berjilbab bagi peserta didik muslimah dalam agama Islam merupakan bagian dari pengamalan ajaran agama Islam, dan membudayakannya dalam kehidupan sehari-hari menupakan bagian dari pendidikan untuk mencapai tujuan Pendidikan Nasional.”
Bagi Muhammadiyah, menutup aurat dengan berjilbab adalah ajaran agama Islam. Hal ini sesuai Al-Quran Surat An-Nur [24]: 31 dan Surat Al-Ahzab [35]: 59.
“Merupakan kewajiban bagi setiap muslimah untuk melaksanakannya dan membudayakannya melalui proses pendidikan. Oleh karenanya, dalam konteks pendidikan upaya pembudayaan pemakaian jilbab bagi peserta didik musimah, temasuk di sekolah negeri dengan menganyurkan, menasehati dan memberikan keteladanan bagi peserta ddik musimah untuk mengenakan julbab dengan prinsip-prinsip cdukatıf merupakan bagian dari tugas dan tanggungjawab guru,” demikian rilis Muhammadiyah.
Muhammadiyah berpandangan, seharusnya masalah ini bisa dilakukan dengan mengedepankan dialog. Muhammadiyah memandang, seharusnya pemerintah bisa menjadi pengayom dan pelindung guru untuk melaksanakan tugas Pendidikan, utamanya, membimbing siswi beragama Islam menunaikan perintah Al-Quran menutup aurat.
“Pemerintah selaku penyelenggara pendidikan, seharusnya dapat memberikan pembinaan, perlindungan dan menjamin kenyamanan bagi guru dalam melaksanakan tugas utamanya yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, termasuk dalam membimbing, mengarahkan, dan melatih peserta didik muslimah agar membiasakan berjilbab/berbusana muslimah untuk membentuk akhlak mulia peserta didik,” tulis pernyataan tersebut.
Muhammadiyah juga menolak persoalan dalam pendidikan diselesaikan dengan pendekatan hukuman kepada guru. “Jika setiap persoalan pendidikan diselesaikan dengan pendekatan hukuman kepada guru yang dianggap melakukan tindakan yang kurang tepat, maka dihawatirkan bahwa di satuan pendidikan/sekolah akan terjadi hubungan antara guru peserta didik hanya bersifat formalistik- kontraktual, dan guru akan berpandangan bahwa tugas guru hanya sebatas mengajar, dan mereka tidak mendidik, membimbing, mengarahkan, dan melatih dalam sikap dan perilaku peserta didik, karena takut salah dan ancaman hukuman.*