Hidayatullah.com— Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dr Haedar Nashir mengatakan Muktamar Muhammadiyah ke-48 melahirkan enam isu strategis yang akan menjadi fokus kerja periode 2022-2027. Menurut, isu strategis adalah fenomena krusial yang sedang terjadi di masyarakat dan menuntut pemecahan masalah adalah rezimentasi agama.
“Kita melihat juga ada problem rezimentasi agama di mana agama secara bias, tendensius dan subjektif baik itu berbentuk paham atau golongan ingin disenyawakan dengan negara lalu menjadi kekuatan negara, “ujarnya dalam pengantar Dialektika TVMu, belum lama ini.
Haedar menilai fenomena ini mulai terjadi dan harus dicegah. “Ini bagi kami berlawanan dengan dasar konstruksi ide dan cita-cita Indonesia sebagai negara Pancasila,” ungkapnya dikutip laman Muhammadiyah, Selasa (13/12/2022).
Guru besar sosiologi ini lantas menjelaskan bahwa Pancasila adalah kesepakatan para pendiri bangsa yang harus senantiasa dijaga. Oleh Muhammadiyah, ikhtiar itu dinyatakan lewat dokumen resmi Darul Ahdi wa Syahadah.
“Semua bertemu di situ, negara hasil kesepakatan bersama dan kita tidak boleh keluar dari situ termasuk bentuk negara. Indonesia bukan negara sekuler, maka jangan dibawa jadi negara sekuler dan Indonesia bukan negara agama maka jangan dibawa menjadi negara agama,” jelasnya.
“Negara agama itu bukan saja semata-mata kekhilafahan, itu jelas kita tolak, atau negara berdasar agama tertentu, tapi juga menjadikan paham agama tertentu, mazhab tertentu, kekuatan agama tertentu itu mendominasi negara dan bersenyawa dengan negara lewat politik,” tambah Haedar.
Jika masalah ini dibiarkan berlarut dan terus terjadi, Haedar khawatir Indonesia tidak saja kehilangan Pancasila, tetapi juga terjatuh ke dalam konflik horisontal sebagaimana perang sipil yang pernah terjadi di Eropa.
“Nah ini akan ada problem besar jatidiri Indonesia sebagai negara Pancasila menjadi tereliminasi. Kedua, akan ada problem serius di mana akan ada pertentangan kelompok agama melawan kekuatan agama di balik negara itu,” kata dia.
“Atau di (khazanah) Islam ada istilah mihnah (ujian), ketika suatu mazhab berkuasa dan menghabisi mazhab lain yang tidak berkuasa, ini tidak boleh terjadi ke depan dan menjadi perhatian kita ke depan,” tegasnya.
Sebelum ini, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2010 Prof. M. Din Syamsuddin, menilai gejala perejiman (rejimisasi) agama yang telah disinyalir oleh Muhammadiyah merupakan fenomena memprihatinkan. Hal ini ditandai desakan kelompok paham tertentu sebagai kebenaran tunggal, dan menyalahkan paham lain dengan menggunakan kekuasan.
Kecenderungan ini dinilai Din Syamsuddin sebagai pelanggaran konstitusi. “UUD 1945 Pasal 29 menegaskan bahwa negara menjamin kebebasan beragama dan kebebasan menjalankan ibadat sesuai agama dan kepercayaannya. Maka pemaksaan suatu agama atau paham keagamaan tertentu kepada pihak lain adalah bentuk pelanggaran konstitusi,”demikian ditegaskan mantan Ketua Umum MUI dan Ketua Dewan Pertimbangan MUI ini kepada hidayatullah.com.*