Hidayatullah.com– Anggota Komisi I DPR RI Sukamta mengungkapkan perlu adanya revisi kembali Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang dibuat sejak tahun 2008 ini.
“Kita perlu merevisi karena memang korbannya terlalu banyak. Orang-orang yang oleh aparat penegak hukum diduga mencemarkan nama baik langsung ditangkap, 80 persen dakwaan melanggar pasal 27 ayat 3,” tuturnya kepada Islamic News Agency (INA) di Gedung DPR RI Nusantara I, Jakarta, Selasa (10/01/2017).
Pengamat: Revisi UU ITE tanpa Mencabut Pasal Karet itu Konyol
Ia menilai, kewenangan pemerintah untuk melakukan tindakan pemblokiran terkait dengan hal-hal yang dilarang ada dua hal yang dicampur. Utamanya pada pasal 28 terkait dengan informasi yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
“Urusan media Islam pada pasal 28 tidak disebutkan. Pasal yang lainnya menyebutkan mengenai fitnah, pornografi, perjudian, mungkin di situ pencemaran nama baik. Terkait media itu sendiri tidak ada,” jelas Sukamta.
Ahok Diduga Langgar UU ITE, Saksi Novel Laporkan ke Polda Metro Jaya
Menurut Sukamta, Revisi UU ITE yang sudah dilakukan merupakan kesepakatan pemerintah dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).
“Ini keinginan dua pihak, revisi ini selesai dan intinya menjadi delik aduan. Kemudian ada beberapa pasal tambahan, misalnya pasal 28 soal informasi dan transaksi elektronik. Pasal ini memberi perintah terkait tindakan melalui alat elektronik yang merugikan orang lain.
UU ITE Dinilai Rawan Jadi Alat Kriminalisasi Kebebasan Berpendapat
Urusan dalam hal pemblokiran media Islam pada pasal 28 tidak termuat, pasal-pasal yang lainnya menyebutkan mengenai fitnah, pornografi, perjudian, dan pencemaran nama baik,” jelasnya.* Haikal/INA