Hidayatullah.com—Penderita HIV – AIDS di Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat, mengalami peningkatan setiap tahun. Dari data oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) KBB mengungkap, sebagian besar penderita HIV AIDS merupakan pelaku homoseksual atau Lelaki Seks Lelaki (LSL).
Menurut data oleh Dinkes KBB, 550 warga Jawa Barat mengidap HIV/AIDS dari tahun 2011 hingga 2022.
“Memang ini masih gunung es karena dari pemerintah fokus kepada kelompok beresiko,” ujar Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (P2P) Dinkes KBB, Nurul Rasyihan di kantornya, Kamis (1/9/2022).
Pada tahun 2011 kasus HIV/AIDS mencapai 15 orang, 6 orang tahun 2012, 32 orang tahun 2013, 66 orang tahun 2014, 67 orang tahun 2015, 50 orang tahun 2016, 44 orang tahun 2017, 56 orang tahun 2018 dan 56 orang tahun 2019.
Kemudian pada tahun 2020 kasusnya bertambah lagi sebanyak 73 orang, 39 orang tahun 2021, dan tahun 2022 kasus bertambah 46 orang hanya dalam satu semester.
“Dari data itu memang yang paling tinggi disebabkan oleh kasus Lelaki Seks Lelaki (LSL),” kata Nurul.
Untuk menekan penambahan kasus tersebut, pihaknya melakukan pengawasan terhadap populasi kunci, seperti kelompok yang berperilaku sering bergonta-ganti pasangan dan bertukar jarum suntik.
Kemudian dilakukan juga terhadap wanita pekerja seks (WPS), waria, lelaki seks dengan lelaki (LSL), dan pengguna napza suntik (penasun).
“Dari pemeriksaannya dilakukan ke lokus-lokus atau kelompok yang berisiko itu. Dari hasil pemeriksaan paling banyak akibat LSL yang jumlahnya ada 25 kasus pada tahun ini,” ucapnya.
Sementara itu, dilansir oleh Indozone, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan, pemerintah saat ini melakukan skema penanganan HIV/AIDS dengan cara melakukan penelusuran asal penularan.
“Kita melakukan surveilans dengan baik, dan langkah pertama (melacak) populasi kunci,” katanya.
Ia menambahkan, dalam menangani HIV/AIDS tersebut perlu dilakukan deteksi pada kelompok-kelompok yang berisiko tinggi tertular penyakit tersebut.
“Kelompok yang berisiko ini adalah orang yang sering bergonta-ganti pasangan dan bertukar jarum suntik, seperti wanita pekerja seks (WPS), waria, lelaki seks dengan lelaki (LSL), dan pengguna napza suntik (penasun),” katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan, setelah menemukan orang terinfeksi HIV/AIDS perlu dilakukan skrining terhadap para pasangan masing-masing.
“Kemudian kedua, penanganannya ada pada populasi kunci yaitu pasangannya. Jadi, pasangannya itu harus dilakukan pemeriksaan juga,” katanya
Melihat banyaknya kasus HIV/AIDS, pihaknya akan terus melakukan pemeriksaan dengan cara screening menemukan kasus.
“Tapi skrining dan penemuan kasus itu yang jadi PR juga buat kita, karena mereka masih tertutup,” ucap Nurul.*