Hidayatullah.com—Ahad (27/9) sekitar pukul 07.30 waktu setempat, sedikitnya 40 orang pemukim Israel mencoba memaksa masuk ke dalam lingkungan Masjid Al-Aqsa melalui gerbang Al-Maghriba, ditemani oleh petugas polisi dan penjaga perbatasan Israel.
“Ada kelompok besar pemukim Yahudi yang berkumpul di luar Al-Aqsa dan berusaha untuk masuk,” kata seorang Palestina bernama Abu Raed. “Sebagian di antara mereka berhasil masuk dan langsung menuju pusat komplek masjid, di mana ada orang-orang sedang shalat… Mereka adalah pemukim Yahudi yang berpakaian seperti turis.”
Tak lama kemudian, polisi dan petugas perbatasan Israel dengan cara kekerasan menerobos ke lingkungan masjid dan menembakkan peluru logam berbalut karet, gas air mata, dan bom suara ke arah orang-orang Palestina. Mereka juga dengan kejam memukuli sejumlah orang.
Selain di gerbang Al-Maghriba, sejumlah ektremis Yahudi lainnya juga berkumpul di depan gerbang Hetta dan Majlis.
Akibat tindakan kekerasan petugas keamanan Israel itu, 3 orang Palestina luka akibat peluru metal berbungkus karet. Mereka adalah Mohammed Al-Joulani (73 tahun) yang terluka di mata, Rami Saleh Al-Fakhouri (20 tahun), terluka di mata, dan Aadel Al-Silwadi (31 tahun), terluka di dada. Selain itu, paling sedikit 20 orang Palestina mengalami luka memar karena dipukuli secara membabi buta.
Tentara Israel IOF kemudian menutup gerbang Masjid Al-Aqsa dan pagar Yerusalem. Mereka tidak mengizinkan orang Palestina masuk ke dalam kota tua itu atau ke Masjid Al-Aqsa.
Hamas menyebut tindakan Israel itu sebagai “Kejahatan Zionist” dan sebuah provokasi. “Penjajah Israel tidak tertarik untuk bertindak lembut,” kata Sami Abu Zuhri, juru bicara Hamas seperti dikutip Ma’an.
Pemimpin Jihad Islam Khalid Al-Batsh mengatakan, “Tindakan Israel itu merupakan bagian penting dari kebijakan Israel untuk meningkatkan ketegangan di seluruh wilayah. Ketegangan ini bisa jadi mencapai negara-negara Arab di sekitarnya.”
Palestinian Center for Human Rights (PHCR) mengutuk keras keputusan Israel yang memperbolehkan para pemukim Israel masuk ke lingkungan Masjid Al-Aqsa, serta tindak kekerasan yang dilakukan oleh petugas keamanannya terhadap rakyat Palestina.
PHCR dalam pernyataannya juga menekankan beberapa hal. Pertama, Yerusalem Timur merupakan bagian integral tak terpisahkan dari wilayah Palestina yang kemudian diduduki oleh Israel setelah perang Juni 1967.
Kedua, tindakan Israel berupa pendudukan atas kota Yerusalem, keputusan Knesset tanggal 28 Juni 1967 untuk menganeksasi kota, dan keputusannya tanggal 30 Juli 1980 untuk secara penuh menguasai dan menyatukan Yerusalem sebagai ibukota Israel, serta keputusan untuk memperluas batas wilayah kota, adalah merupakan pelanggaran yang nyata terhadap hukum internasional dan resolusi PBB.
Ketiga, semua tindakan dan rencana yang dibuat otoritas penjajah Israel terhadap Yerusalem, tidak akan pernah bisa mengubah status hukum kota tersebut.
Keempat, Pasal 53 dari Protokol Tambahan Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949, dan Berhubungan dengan Perlindungan Korban Konflik Bersenjata Internasional (Protokol I), dan Pasal 16 Protokol II, melarang “melakukan tindakan keras apapun terhadap monumen bersejarah, karya seni atau tempat ibadah yang merupakan warisan budaya atau spiritual penduduk setempat.”
Kelima, pasal 49 Konvensi Jenewa Keempat tahun 1949 melarang pihak penjajah untuk “membuang atau memindahkan bagian-bagian dari peradaban penduduk setempat ke wilayah yang dikuasainya.”
Atas dasar itu PHCR menyeru para pihak yang terikat Konvensi Jenewa Keempat agar bertindak melaksanakan kewajiban hukum dan moral mereka, sehingga Israel mematuhi perjanjian tersebut. Karena jika tidak, maka pelanggaran atas hukum internasional dan perjanjian lainnya akan terus dilakukan oleh Israel, seperti menjadikan Yahudi sebagai penghuni mayoritas di Yerusalem Timur.
PHCR juga mendesak masyarakat internasional agar memaksa pemerintah Israel menghentikan pembangunan pemukiman di wilayah Palestina, khususnya Yerusalem Timur, dan membongkar pemukiman yang sudah ada. Karena semua itu melanggar hukum internasional.
PHCR menyeru kepada Uni Eropa dan/atau negara-negara anggotanya untuk mengaktifkan Pasal 2 Perjanjian Asosiasi Eropa-Israel, yang menjadi penghubung kerjasama ekonomi terus menerus antara kedua pihak, di mana Israel harus mematuhi HAM. Selain juga menyerukan agar berhenti membeli produk-produk Israel, terutama yang dibuat di wilayah penjajahannya, termasuk Yerusalem Timur.
Sembilan tahun lalu, Israel dengan dipimpin Ariel Sharon pernah masuk ke lingkungan Masjid Al-Aqsa, sehingga terjadi tindak kekerasan oleh Israel yang mengakibatkan ribuan orang Palestina terbunuh dan terluka. [di/rw/mn/hidayatullah.com]