Hidayatullah.com – Mohammed al-Bardawil, seorang jurnalis Palestina, beserta istri dan ketiga anaknya syahid setelah rumah mereka di Khan Younis, Gaza selatan dihantam serangan udara pesawat tempur penjajah ‘Israel’ pada Selasa, hari ketiga Idulfitri.
Syahidnya al-Bardawil membuat jumlah wartawan dan pekerja media Palestina yang dibunuh oleh ‘Israel’ dalam serangannya ke Gaza menjadi 209, menurut Kantor Media Pemerintah di wilayah terkepung tersebut.
Pusat Perlindungan Jurnalis Palestina (PJPS) mengatakan bahwa pembunuhan terhadap jurnalis merupakan bagian dari serangkaian pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh penjajah ‘Israel’.
Kantor Media Pemerintah Gaza mengatakan bahwa ‘Israel’ menargetkan para jurnalis “dalam upaya untuk membungkam narasi Palestina dan menghapus kebenaran. Namun, penjajah gagal mematahkan keinginan rakyat kami yang hebat.”
Zionis mengincar jurnalis
Perang genosida ‘Israel’ di Gaza telah dianggap sebagai yang paling mematikan bagi para jurnalis dan pekerja media di dunia dalam 30 tahun terakhir.
Para pengamat menuding ‘Israel’, yang melarang wartawan asing masuk ke Gaza, mengincar jurnalis di wilayah Palestina untuk mengaburkan kebenaran tentang kejahatan perang zionis di sana.
Komite untuk Melindungi Jurnalis (CPJ), dalam laporan tahunannya, mengatakan bahwa jumlah jurnalis yang terbunuh pada tahun 2024 mencapai rekor, dan ‘Israel’ bertanggung jawab atas lebih dari dua pertiga kematian tersebut.
Setidaknya 85 jurnalis tewas sepanjang tahun 2024 di tangan militer ‘Israel’ selama perang genosida penjajah di Gaza, kata CPJ, dengan 82 di antaranya adalah warga Palestina.
Kelompok advokasi ini juga menuduh ‘Israel’ berusaha menghambat investigasi atas pembunuhan tersebut, melemparkan kesalahan kepada para jurnalis atas kematian mereka, dan mengabaikan kewajibannya untuk meminta pertanggungjawaban personel militernya atas pembunuhan begitu banyak pekerja media.
Dimulainya kembali pembantaian ‘Israel’
Serangan udara ‘Israel’ telah menewaskan lebih dari 1000 warga Palestina dan melukai ratusan lainnya setelah mengumumkan dimulainya kembali perang genosida di Gaza pada tanggal 18 Maret.
Serangan tersebut menandai runtuhnya kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tawanan yang telah dimulai pada 19 Januari 2025. Tahap pertama kesepakatan berakhir pada 1 Maret 2025, tetapi gembong zionis ‘Israel’ Benjamin Netanyahu menolak untuk melanjutkan tahap kedua.
Netanyahu, yang diburu oleh Mahkamah Pidana Internasional, berusaha membebaskan lebih banyak sandera ‘Israel’ tanpa memenuhi komitmen yang disepakati, termasuk mengakhiri perang dan menarik diri dari Gaza. Hamas bersikeras untuk melaksanakan perjanjian secara penuh.
Sejak 7 Oktober 2023, serangan penjajah ‘Israel’, yang didukung oleh Amerika Serikat, telah menewaskan lebih dari 50.300 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak.*