Hidayatullah.com–Seorang penasehat Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan Senin (28/3) bahwa Otoritas Palestina akan bersedia menghentikan bantuan keuangan dari AS daripada tunduk pada tuntutan AS agar Palestina menyerahkan hak mereka yang diakui secara internasional dalam ‘negosiasi’.
Pernyataan itu muncul setelah perundingan di akhir pekan kemarin antara Otoritas Palestina dan Partai Fatah yang dipimpin oleh Mahmoud Abbas yang saat ini menguasai Tepi Barat, dan Otoritas Palestina yang terpilih secara demokratis di Jalur Gaza, dikuasai Partai Hamas. Pembicaraan itu dimaksudkan untuk memulai kembali upaya kesatuan nasional antara dua faksi yang perundingannya telah gagal pada akhir tahun lalu.
Azzam Ahmed, penasehat Presiden Palestina Mahmoud Abbas, mengatakan kepada surat kabar Israel Ha’aretz, “Orang-orang Palestina butuh uang Amerika, tetapi jika mereka menggunakannya sebagai cara untuk menekan kita, kita siap untuk melepaskan bantuan itu.”
Para pejabat AS sebelumnya telah berusaha untuk menekan Fatah agar memutuskan semua hubungan dengan pihak Hamas yang terpilih secara demokratis, yang dianggap sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat dan Israel berkaitan serangan akhir-akhir ini terhadap penduduk sipil Israel oleh sayap bersenjata partai Hamas. Serangan terhadap warga sipil oleh pihak Hamas berakhir pada tahun 2005, dan sejak itu partai mengecam serangan-serangan yang dilakukan oleh faksi lain perlawanan Palestina.
Hamas memenangkan pemilu demokratis di kedua wilayah Palestina (Tepi Barat dan Jalur Gaza) pada bulan Januari 2006, tetapi kemenangannya tidak diakui pemerintah Amerika Serikat dan Israel. Pada bulan Juni 2007, sebuah kudeta oleh pihak Fatah yang dipimpin oleh Mahmoud Abbas mengambil alih kekuasaan di Tepi Barat, sementara Hamas membentuk pemerintahan di Jalur Gaza, sehingga menciptakan dua Otoritas Palestina –satu di Tepi Barat, yang menerima bantuan uang AS dan dukungan Israel, dan satu di Jalur Gaza yang dianggap sebagai entitas teroris oleh Amerika Serikat dan Israel.
Pertikaian antara dua faksi, yang memuncak pada akhir 2007 dan awal 2008, menyebabkan kematian lebih dari seratus Palestina dari kedua pihak. Kedua pihak kemudian bertemu untuk membentuk pemerintahan persatuan nasional, tetapi partai Fatah diminta untuk keluar dari pembicaraan perundingan dengan ancaman akan menghentikan dukungan keuangan untuk Otoritas Palestina, yaitu sekitar $ 200 juta per tahun. Bantuan ini merupakan sumber utama pendanaan untuk Otorita Palestina.
AS juga menuntut agar Otoritas Palestina Mahmoud Abbas melepaskan tuntutan kunci: negara Palestina dengan al-Quds (Yerusalem) sebagai ibukotanya, hak kembalinya pengungsi Palestina ke rumah mereka yang dikuasai Israel, dan pelepasan 8.000 lebih tahanan Palestina di penjara-penjara Israel.
Sebagaimana diketahui, baru-baru telah dirilis transkrip perundingan perdamaian, yang dikenal sebagai “Palestina Papers”, mengungkapkan bahwa para perunding Palestina dari pihak Fatah telah menawarkan konsesi yang belum pernah terjadi sebelumnya, berupa menghentikan tuntutan atas sebagaian besar wilayah kota al-Quds dalam negosiasi dengan Israel, namun para perunding Israel menolak usulan itu.
Tersebarnya dokumen-dokumen itu menyebabkan krisis legitimasi untuk Abbas sebagai penguasa “Otoritas Palestina” di Wilayah Palestina, dan menyebabkan runtuhnya kabinet Otorita, dengan sebagian orang Palestina menyebut Abbas dan Otoritas Palestinanya sebagai pemerintah boneka Israel.
Sekarang, dengan pembicaraan damai yang gagal antara kedua faksi, Otorita Palestina Mahmoud Abbas telah menyatakan kesediaannya untuk bekerja dengan saingannya Hamas, membentuk pemerintah persatuan nasional dan mendorong negara Palestina merdeka yang meliputi wilayah Palestina dengan keadaan geografis yang dikontrol oleh pemerintah itu sendiri.*
Keterangan foto: Azzam Ahmed, penasehat Presiden Palestina Mahmoud Abbas