Hidayatullah.com–Sumber politisi di gerakan Gerakan perlawanan Islam (HAMAS) membantah isu menjadi mediator mediator antara ketua biro politik Hamas Khalid Misy’al dengan Raja Saudi yang baru Raja Salman bin Abdul Aziz terkait politik Yaman.
Dalam pernyataan persnya, hari Senin (16/03/2015) yang dilansir PIC menyebutkan, informasi yang tersebarkan di sejumlah media dalam kaitan ini dinilai tidak benar.
Sebelumnya sejumlah sumber melansir berita tentang adanya upaya dari mediator untuk gerakan Al Ikhwan Al Muslimun Yaman untuk memfasilitasi pertemuan antara Khalid Misy’al dan Riyadh.
Namun Hamas menegaskan pertemuan ini murni atas undangan Kerajaan Saudi Arabia menyusul kondisi Yaman yang kian mengkhawatirkan dan berdampak pada kesetabilan negara-negara Teluk, ungkapnya.
Dikutip Al-Sharq, hari Senin (16/03/2015) ini, Khalid Misy’al, berkunjung ke Riyadh atas undangan Raja Salman.
Seorang tokoh di Hamas, Dr Mahmoud Al-Zahar membenarkan undangan Saudi pada Hamas ini.
“Saudi adalah pemimpin negara-negara Teluk, sekaligus negara terkuat di kawasan Timur Tengah. Saudi saat ini sedang berusaha membina hubungan baik dengan Hamas,” ujarnya.
Menurut Zahar, Hamas sangat berkepentingan mempunyai hubungan baik dan stabil dengan Saudi.
Dalam sebuah pernyataan terbaru belum lama ini, Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz menegaskan Saudi sedang berusaha dengan segala cara dan sarana agar orang-orang Palestina mendapatkan hak-haknya yang sah, termasuk mendirikan negaranya merdeka dengan Ibu Kota al Quds.
“Kebijakan luar negeri kerajaan berkomitmen untuk senantiasa berpegang teguh pada rambu-rambu agama kami yang hanif, yang mendukung perdamaian, sesuai dengan sejumlah prinsip-prinsip, utamanya adalah konsistensi kerajaan untuk terus komitmen dengan kesepakatan-kesepakatan, perjanjian-perjanjian dan piagam-piagam internasional, termasuk di antaranya adalah menghormati prinsip kedaulatan dan menolak setiap upaya campur tangan dala urusan internal kami,” demikian disampaikan Raja Salman dalam sebuah pidato hari Selasa (10/03/2015) malam di Riyadh, dikutip PIC.
Berbeda dengan pendahulunya, mendiang Raja Abdullah yang keras memusuhi gerakan Al Ikhwanl al Muslimun, Raja Salman bin Abdul Aziz dinilai lebih berkompromi dengan Ikhwan.*