Hidayatullah.com— Yayasan Al-Quds Internasional, memberikan pernyataan resmi terkait pelarangan shalat Jumat di Masjidil Aqsha oleh Zionis-Israel dan aksi heroik tiga pemuda Palestina.
Dalam pernyataan yang dimuat dalam laman alquds-online.org berbahasa Arab, Yayasan Al-Quds Internasional mengatakan, sejak Israel menjajah Palestina hinggal tahun 1996 mereka belum pernah berani menutup Masjid Al-Aqsha untuk warga Muslim
Pada hari Jumat pagi tiga pemuda warga Palestina melakukan aksi heroik dengan melepaskan tembakan kepada tentara Israel yang menyebabkan telukanya satu orang dari mereka dan menewaskan dua lainnya. Adapun ketiga pemuda pemberani tesebut semuanya mati syahid.
Kejadian itu bermula ketika tiga pemuda tersebut baku tembak dengan tentara Israel di pintu gerbang yang dinamakan Huttah (salah satu pintu gerbang menuju komplek Masjid Al-Aqsha yang terletak di pagar sebelah utara).
Baca: Zionis Israel Larang Shalat Jumat dan Tahan Mufti Agung Al-Quds
Kemudian tentara Israel mengejar ketiga pemuda itu hingga akhirnya mereka masuk ke bagian dalam Masjid dan terjadilah baku tembak antara mereka dan tentara penjajah yang bermarkaz di areal Masjid.
Keputusan pihak penjajah untuk menutup Masjid Al-Aqsha yang disampaikan di hadapan umat Islam yang melaksanakan shalat di dalam Masjid Al-Aqsha hari Jumat lalu merupakan keputusan yang berbahaya dan penghinaan bagi umat Islam sendiri.
Sejak pertama kali penjajah melarang shalat tahun 1969, mereka belum pernah berani menutup Masjid Al-Aqsha untuk warga Muslim. Oleh karena itu harus diadakan aksi penolakan besar-besaran terhadap keputusan ini sehingga pihak penjajah tidak terbiasa membuka atau menutup Masjid Al-Aqsha kapanpun mereka mau.
Aksi penolakan ini sebagai perlawanan atas kejahatan Israel yang sangat membahayakan Masjid Al-Aqsha. Diantara ulah mereka akhir-akhir ini adalah:
Pemberian izin bagi anggota Knesset (Parlemen Israel) untuk memasuki Masjid Al-Aqsha secara paksa setelah sebelumnya mereka dilarang masuk oleh pemerintah akibat bergolaknya gerakan Intifada al-Aqsha pada bulan Oktober 2015.
Baca: Tiga Pemuda Palestina Syahid Pasca Baku Tembak dalam Aksi Bela Masjidil Aqsha
Jajaran pemerintah Israel mengklaim adanya kampanye hasutan terhadap Masjid Al-Aqsha. Salah satunya adalah Menteri Perindustrian Israel, Uri Ariel yang mengajak untuk memasuki Al-Aqsha secara paksa dan intensif.
Beberapa anggota Knesset mengajukan rancangan keputusan pemberian izin bagi umat Yahudi untuk beribadah di dalam Masji Al-Aqsha.
Semakin maraknya aksi penerobosan Al-Aqsha dilihat dari banyaknya jumlah pendatang yahudi ekstremis yang melakukannya diaman jumlah mereka mencapai 1391 orang selama bulan Juni lalu.
Kebanyakan aksi tersebut dilakukan selama bulan Ramadhan. Para penerobos dalam melakukan aksinya selain memakai pengeras suara, mereka juga menutup pintu Masjid di hadapan kaum Muslimin yang sedang beribadah di dalam Masjid. Di samping itu mereka juga menganjurkan para pendatang untuk melakukannya kembali. Semua itu terjadi di saat para penjajah merasa bahwa hampir tidak ada reaksi dari Muslimin yang ada disitu.
Dijadikannya Masjid Al-Aqsha sebagai tempat dihelatnya akad pernikahan orang Yahudi bulan lalu.
Berlanjutnya tindakan politik untuk menyingkirkan para penjaga dari Masjid Al-Aqsha dan mengosongkannya dari Muslimin yang melaksanakan shalat di dalamnya.
Tindakan penekanan terhadap para murabithin (pejuang penjaga masjid Al Aqsha) baik laki-laki dan perempuan serta para siswa-siswi Halaqah Al-Ilmi. Selain itu mereka dianggap calon teroris oleh Zionis sehingga mereka dilarang untuk memasuki Masjid Al-Aqsha.
Perlu diketahui bahwa penjajah Zionis Israel tidak pernah menghiraukan kehormatan Masjid Al-Aqsha. Hampir setiap bulan bahkan setiap minggu terjadi penembakan di sekeliling Masjid Al-Aqsha. Fasilitas-fasilitasnya dirusak dan mereka selalu mengganggu orang yang melaksanakan shalat di dalamnya.
Keterpaksaan tiga pemuda Palestina untuk melepaskan tembakan di dalam Masjid Al-Aqsha merupakan sebuah aksi untuk mempertahankan Masjid yang merupakan tanah suci ketiga bagi umat Islam. Sebab para penjajah menjadikan warga Palestina sebagai tameng untuk melindungi mereka.
Perlu diperhatikan, bahwa situasi yang sangat sulit yang dialami warga Palestina dibawah jajahan Zionis-Israel-lah yang memaksa tiga pemuda ini melakukan aksi heroik.
Adapun dipilihnya hari Jumat sebagai waktu pelaksanaan aksi heroik tadi merupakan sebuah indikasi, yaitu tindakan penjajah melarang warga yang berusia di bawah 45 tahun untuk memasuki Masjid Al-Aqsha dan shalat Jumat. Hal itu menegaskan bahwa penjajah tidak bisa sepenuhnya melarang umat Islam untuk melaksanakan kegiatan ibadah.*/Fadli Masykur