Hidayatullah.com—Penjajah Israel buku-buku pelajar sekolah Syariah di Masjid al-Aqsa di Timur Yerusalem.
Insiden tersebut dilaporkan di pintu masuk Gerbang Lions, ke lokasi masjid suci umat Islam sedunia itu pada hari pertama ajaran baru.
Akibat larangan penjajah, pengurus sekolah terpaksa membagikan buku-buku di luar kompleks masjid, demikian kata Kepala sekolah, Ahad Sabri, dikutip Ma’an News.
Sebelum ini, Departemen Awqaf, pihak pengelola Masjid Al Aqsha, meminta penjajah Israel untuk membagikan buku tersebut, namun tak mendapat tanggapan dari rezim Zionis, tulis GulfNews.
Sebagaimana diketahui, Masjid al-Aqsha memiliki dua sekolah Syariah. Satu tingkat kanak-kanak dan satu lagi tingkat SMU, yang mengajarkan kurikulum Palestina, selain menyediakan bahan pembelajaran Syariah.
Namun pasukan keamanan penjajah memblokir kendaraan yang membawa buku memasuki tempat suci ketiga umat Islam sedunia itu, agar tak dibagikan pada sekitar 700 siswa.
Baca: Kementrian Pendidikan Israel Hasut Pelajar Agar Bunuh Warga Palestina
Kepala Masjid al-Aqsha, Shaikh Najeh Bakeerat, mengatakan, langkah tersebut mendorong orang tua untuk menarik anak-anak mereka ke sekolah-sekolah di wilayah masjid suci.
“Mereka juga mencoba menghukum sekolah-sekolah Palestina yang menolak menerima kurikulum Israel,” katanya.
Sebagaimana diketahui, Kementerian Pendidikan penjajah Israel telah memaksa sekolah Palestina di Yerusalem, mengikuti dan menerapkan kurikulum rezim tersebut.
Hancurkan Sekolah
Di tempat lain, penjajah Zionis menyerang tiga fasilitas pendidikan anak-anak Palestina dengan cara menghancurkan dan meratakan bangunan dalam dua pekan terakhir saja setelah anak-anak kembali ke sekolah usai libur musim panas.
Fasilitas yang dihancurkan penjajah Zionis adalah taman kanak-kanak satu-satunya untuk komunitas badui di Jabal Albaba di timur al-Quds pada 21 Agustus lalu. Ditambah sekolah dasar di Betlehem pada 22 Agustus lalu.
Penjajah Zionis juga membongkar dan menyita panel bio solar yang menjadi sumber energi satu-satunya di sekolah dasar Abu Nawar. Tahun lalu sekolah yang sama mengalami serangan dua kali, sebagian bangunannya dihancurkan dan isinya disita.
Direktur Dewan Pengungsi Norwegia (Norwegian Refugee Council/NRC), yang mengunjungi Betlehem hari Rabu kemarin mengatakan, “Sulit melihat anak-anak dan guru mereka hadir untuk hari pertama bejalar di sekolah di bawah sinar matahari yang terik, tanpa ada ruang kelas atau tempat mereka berteduh. Sementara itu berluasan permukiman ilegal terus berlanjut di wilayah sebelahnya tanpa henti.”
Gelombang aksi penghancuran terhadap sekolah dan penggusuran di wilayah Tepi Barat merupakan bagian dari serangan yang lebih luas pada pendidikan di Palestina.
Menurut Lembaga Tawanan Palestina, tahun ini otoritas penjajah Israel menangkap sekitar 800 anak-anak, yang mayoritas berasal dari Baitul Maqdis.
Saat ini ada 55 sekolah di Tepi Barat yang terancam dihancurkan oleh otoritas penjajah Zionis. Kebanyakan sekolah-sekolah tersebut didanai oleh donatur. Di antaranya negara-negara anggota di Uni Eropa.
Sedikitnya ada sekitar 1,25 juta siswa di Tepi Barat dan Gaza memulai tahun ajaran baru setelah liburan musim panas berakhir. Sayangnya tak semuanya bisa sampai di sekolah mereka.
Penjajahan, kemiskinan, rusaknya infrastruktur, adanya tembok rasis yang dibangun penjajah Israel, dan blokade Gaza adalah ‘penindasan’ yang menghalangi hak pelajar Palestina yang harusnya terpenuhi.*