Hidayatullah.com–Harakat al-Muqawwamatul Islamiyyah (Gerakan Perlawanan Islam/Hamas) akan mengakhiri satu dekade kekuasaannya di Jalur Gaza Otoritas Palestina (PA), pimpinan Presiden Mahmoud Abbas (Mahmud Abbas) hari Jumat ini sebagai langkah pemerintah persatuan.
Otoritas Palestina seharusnya sudah memegang kendali atas Jalur Gaza pada Jumat (01/12/2017) nanti sesuai dengan kesepakatan rekonsiliasi Hamas dan Fatah yang ditandatangani pada Oktober lalu, lansir AFP, Selasa (28/11/2017).
Direktur informasi otoritas perbatasan Palestina, Hisham Adwan, menuturkan pemerintah akan memegang kendali penuh atas perbatasan tersebut. Sejumlah instalasi dilaporkan mulai dilucuti dan dibongkar pada beberapa wilayah yang dahulu dikontrol oleh Hamas tersebut, tulis AFP.
Bendera Palestina dan Mesir, sebagai perantara rujua dua gerakan ini (Hamas dan Fatah), juga tampak dikibarkan di Perbatasan Rafah. Sejumlah foto Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan Presiden Mesir Abdul Fattah al-Sisi dipasang di beberapa sudut wilayah tersebut.
Baca: Rujuk Fatah-Hamas Disambut Baik, Penjajah Israel Meradang
Hamas, yang selama ini ditakuti Barat dan Penjajah Israel, setuju berdamai dan menyerahkan kekuasaan di Gaza pada pemerintah Palestina yang dipimpin Abbas dan didukung Fatah. Namun Hamas tak akan akan melucuti senjatanya selama masih ada penjajahan Israel.
Sayap militer Hamas diperediki memiliki 25 ribu anggota gerakan, tetap berkuasa di Jalur Gaza. Para pejabat dari Fatah juga mengkritik lambatnya kemajuan dalam penyerahan kekuasaan kepada PA.
Hamas menguasai Gaza sejak tahun 2007 dengan memenangkan suara mayoritas dalam Pemilu, namun Amerika dan Israel jutru tidak mengaku kemenangana itu bahkan mendukung Fatah yang sekuler. Fatah akhirnya mendominasi Tepi Barat, sementara Hamas menguasai Jalur Gaza.
Penjajah Israel bahkan menerapkan berlakukan blokade terhadap Gaza selama satu dekade terakhir. Di saat yang sama, Mesir juga menutup perbatasannya beberapa tahun terakhir. Sikap Hamas ini juga membut Penjajah Israel tiga kali menyerang Gaza, terakhir tahun 2014.
Warga Gaza sendiri berharap kesepakatan penyerahan kekuasaan dalam pemerintahan nasional ini akan membantu mengurangi penderitaan mereka akibat blockade penjajah. Termasuk urusan infrastruktur dasar seperti listrik dan suplai air bersih.
“Semua yang kami inginkan adalah peningkatan situasi ekonomi dan dibukanya perbatasan,” ucap salah satu warga Gaza, Abu Abed Abu Sultan (53), yang berprofesi sebagai penjual kopi. Abu Sultan sebelumnya bekerja sebagai penjahit di perusahaan yang mengekspor ke Israel sebelum blokade diberlakukan.
“Kami tidak banyak meminta — kami hanya ingin hidup seperti belahan dunia lainnya. Saya takut rekonsiliasi akan gagal seperti sebelumnya,” imbuhnya.
Hari Senin (27/11/2017), perwakilan Hamas bertemu delegasi Mesir yang tiba di Jalur Gaza untuk memantau pelaksanaan kesepakatan rekonsiliasi.
Pertemuan ini dihadiri Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyah dan Ketua Gerakan Hamas di Jalur Gaza Yahya Sinwar. Sementara delegasi Mesir diwakili oleh Konsulat Jenderal Mesir di Palestina Khaled Sami dan seorang jenderal intelijen Mesir Hammam Abu Zaid.
Kepada delegasi Mesir, Gerakan Hamas menyampaikan langkah-langkah yang telah ditambil gerakan untuk memudahkan pemerintah konsensus Palestina melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di Jalur Gaza.
Hamas menegaskan, pemerintah harus menepati janjinya sesuai dengan kesepakatan Kairo 2017, di mana pemerintah wajib membayar gaji seluruh pegawai di Jalur Gaza, mulai dari gaji bulan November, tulis Palinfo.
Sementara delegasi Mesir menegaskan bahwa Kairo komitmen untuk memantau dengan seksama dan terpercaya terhadap proses pelaksanaan kesepakatan Kairo.*