Hidayatullah.com — Zionis ‘Israel’ pada Senin membebaskan Syaikh Raid Salah dari penjara setelah menahannya selama 17 bulan atas tuduhan “penghasutan”.
Beliau, seorang warga Palestina dan mantan kepala Gerakan Islam, dibebaskan dari penjara Megiddo pada Senin pagi di dekat kota kelahirannya Umm al-Fahm.
“Ini adalah perasaan yang bercampur antara rasa sakit dan bahagia. Ada banyak rasa sakit – dia mengalami banyak ketidakadilan. Dia membayar harga tinggi dari hidupnya karena ketidakadilan yang dia alami oleh Israel,” Khaled Zabarqa, pengacara Salah, mengatakan kepada Al Jazeera (14/12/2021).
Puluhan orang, termasuk keluarga, teman, dan pendukungnya berkumpul berjejer di pintu masuk utama Umm al-Fahm. Mereka datang untuk menyambut kembalinya Syeikh Raid Salah dengan membawa spanduk dan kotak permen.
Adik perempuan Syaikh Raid Salah pun turut menyambut.
Zionis menangkap Syaikh Raid Salah pada Agustus 2017. Selama 11 bulan dia berada di balik jeruji besi tanpa dakwaan sebelum akhirnya dipindahkan ke tahanan rumah ketat, di mana ia mengenakan monitor kaki, selama dua tahun sementara persidangannya dilanjutkan.
Pada Agustus 2020, Salah ditangkap kembali dan dijatuhi hukuman 28 bulan penjara – termasuk waktu yang dijalani – atas empat dakwaan dari 12 dakwaan semula.
“Penangkapan Syaikh, hukumannya, dan berkasnya semuanya tidak adil. Dia ditahan dan dihukum berdasarkan kebebasan berbicara dan berpendapat dan keyakinan agamanya,” kata Zabarqa.
“Dia diadili bukan karena dia melakukan pelanggaran apa pun – dia diadili karena Israel ingin, melalui pengadilan dan proses ini, untuk mengubah apa yang diyakini Syaikh Raed Salah, dan ini tidak akan terjadi.”
Lahir pada tahun 1958, Raid Salah adalah salah satu tokoh politik dan agama Palestina yang paling berpengaruh di Palestina. Ia dikenal secara lokal sebagai “Sheikh al-Aqsa,” karena pembelaannya yang gigih terhadap kompleks Masjid Al-Aqsa di Kota Tua Yerusalem.
Dia sering meminta Muslim Palestina untuk meningkatkan kehadiran mereka di situs suci umat Islam yang terletak di Yerusalem Timur yang diduduki Israel.
“Urusan kita seluruh ummat Islam fokus pada satu hal: membebaskan Masjidil Aqsha dan kota Al-Quds (Baitul Maqdis), yang dengan begitu kita akan hidup bermartabat, mati pun lebih bermartabat,” kata Syaikh Raid Salah di depan rumahnya.
“Saya akan terus bekerja seperti sebelum dipenjara, in syaa Allah. Dan hanya menghirup udara bebas tanah airku sendiri. Saya sekarang 64 tahun. Saya akan tetap berpegang pada janjiku sampai akhir hayatku,” kata Syaikh Raid Salah.*