Jum’at, 9 Desember 2005
Perang melawan apa yang disebut “terorisme” makin gencar dilakukan aparat keamanan. Apalagi setelah aparat kepolisian berhasil menewaskan seseorang yang disebut-sebut sebagai Dr Azahari di Batu Malang (Jawa Timur), perburuan tampak semakin heroik.
Belakangan, perburuannya tak cuma ditujukan untuk mencokok sosok tertentu, tetapi sampai pada tahap pemikiran tertentu yang disinyalir (oleh aparat dan pemerintah) berpotensi menyebarkan “terorisme”. Wakil Presiden Jusuf Kalla, misalnya, dalam wawancara dengan sebuah majalah berita mingguan meminta aparat intelijen untuk meneliti buku-buku karya cendekiawan Sayyid Quthb dan Hasan Al-Banna. Hal itu pula yang diusulkan oleh mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN, AM Hendropriyono. Sementara Departemen Agama membentuk Tim Penanggulangan Terorisme (TPT) untuk mengkaji makna “jihad”.
Untuk membahas rencana pengawasan dan pelarangan pemikiran itu, Hidayatullah mewawancarai Adian Husaini, MA, cendekiawan Muslim yang juga kandidat doktor Pemikiran Islam di ISTAC-IIUM Kualalumpur, Malaysia.
Pemerintah (Departemen Agama) akan mengkaji buku-buku yang mengajarkan tentang jihad. Apa pendapat Anda?
Kita hargai niat pemerintah itu, biar belajar lagi tentang jihad. Kitab-kitab dan buku-buku yang membahas masalah jihad itu berjubel, ribuan jumlahnya. Dalam kitab-kitab fiqh, masalah jihad telah dibahas dengan gamblang dan jelas. Tapi, saya menduga, pekerjaan pemerintah itu tidak akan banyak manfaatnya.
Kenapa?
Bidang penelitiannya terlalu luas. Meneliti masalah terorisme saja sudah bukan main rumitnya, apalagi meneliti masalah jihad pula. Ada baiknya, tim pemerintah itu fokus pada penelitian pada apa yang disebut Jamaah Islamiyah saja. Jangan ditarik kemana-mana, nanti malah tujuannya tidak tercapai.
Pemerintah juga berencana mengkaji buku pemikiran Islam, misalnya karya Sayyid Quthb dan Hasan Al-Banna. Tanggapan Anda?
Buku-buku Sayyid Quthb dan Hasan Al-Banna itu terbuka untuk dikaji dan diteliti oleh siapa saja. Sudah ribuan orang meneliti tulisan dua tokoh Ikhwanul Muslimin tersebut. Ini juga perlu waktu yang panjang dan lama. Apa tim itu sempet membaca puluhan bahkan ratusan buku-buku tentang itu? Ini kan terlalu luas yang mau dicapai, sudah melebar dari akar masalahnya.
Apa yang Anda ketahui tentang Sayyid Quthb dan Hasan Al-Banna?
Saya tidak secara khusus mengkaji pemikiran dua tokoh itu. Tapi, banyak membaca karya mereka. Ya, mereka adalah tokoh-tokoh yang telah berusaha keras dalam merumuskan teori dan strategi perjuangan Islam. Sayyid Quthb adalah seorang ilmuwan Muslim yang pemikirannya banyak berpengaruh. Tafsirnya, Fii Zhilalil-Qu`ran, banyak dikaji di perguruan tinggi dan pesantren. Bahkan diterbitkan secara luas edisi Indonesianya dan secara rutin pernah dikaji oleh sebuah stasiun televisi swasta. Jutaan kaum Muslimin membaca dan mendengar pemikiran Sayyid Quthb, dan mereka tidak menjadi pengikut Dr Azahari atau Sarah Azhari.
Menurut Anda, apakah pemikiran tokoh tersebut “berbahaya” seperti yang dikhawatirkan pemerintah?
Ketika mahasiswa tingkat satu di Institut Pertanian Bogor (IPB), saya sangat suka membaca buku terjemahan Ma’alim Fith-Thariq karya Sayyid Quthb. Buku ini memberi semangat yang tinggi untuk berjuang membela Islam. Begitu juga saya suka membaca buku-buku Hasan Al-Banna, yang rata-rata memberikan semangat untuk berjuang. Tapi, pengalaman saya, kita tidak boleh berhenti sampai di situ. Perlu banyak mengkaji juga pemikiran-pemikiran lain dari tokoh-tokoh dan cendekiawan Muslim lainnya.
Jangan berhenti pada Sayyid Quthb saja, sehingga cakrawala berpikir dan keilmuan kita bertambah. Jadi, semangat yang muncul dari buku-buku bacaan dari Sayyid Quthb, Hasan Al-Banna, dan seterusnya perlu dilanjutkan dengan membaca buku-buku karya Yusuf Al-Qaradhawi dan cendekiawan Muslim lainnya.
Menurut Anda, sudah benarkan sikap pemerintah itu?
Pemerintah, dalam hal ini Departemen Agama, khususnya Tim Penanggulangan Terorisme (TPT), perlu mengkaji masalah terorisme dengan jernih dan multidimensi, yaitu dari sisi fiqh, sosial, hukum, dan juga politik internasional. Tujuannya agar tim itu tidak terjebak menjadi alat untuk mengadu domba atau memojokkan ummat Islam. Ya, misalnya, usaha untuk mengaitkan antara terorisme dengan apa yang disebut radikalisme Islam. Perlu berhati-hati dan memahami masalahnya dengan benar, sehingga apa yang dilakukan itu tidak sia-sia.
Menurut Anda, apakah pemikiran seseorang bisa dilarang?
Pemikiran tidak bisa dilarang. Yang bisa dilarang adalah penyebaran pemikiran kepada masyarakat. Kalau ada warga negara Indonesia yang menyebarkan pemikiran bahwa Indonesia harus dibubarkan karena negara ini merupakan warisan penjajah, tentu penyebaran pemikiran itu perlu dilarang. Kalau ada yang menyebarkan pemikiran agar anak durhaka pada orangtua, tentu harus dilarang. Sama dengan penyebaran pemikiran bahwa korupsi itu sangat baik untuk kemajuan bangsa, itu juga mesti dilarang. Tapi, dalam perspektif Islam, penyebaran pemikiran yang bathil perlu dilarang.
Sekarang ini Indonesia memasuki era kebebasan informasi. Jangankan buku-buku Sayyid Quthb dan Hasan al-Banna, pemerintah hingga kini tidak berdaya menghadapi penyebaran buku-buku komunis yang jelas-jelas dilarang oleh Tap MPR. Saya menduga, pemerintah tidak akan sejauh itu dalam melarang buku-buku karya Sayyid Quthb atau Hasan Al-Banna. Tidak mudah melakukan pelarangan semacam itu. Paling-paling hanya mengingatkan, agar berhati-hati dalam membaca dan dilengkapi dengan perspektif yang luas.
Lebih penting mana, melarang/mengawasi buku-buku yang membahayakan aqidah seperti sekularisme, pluralisme, dan libaralisme, daripada buku-buku Sayyid Quthb dan Hasan Al-Banna?
Dalam kondisi seperti ini saya tidak ingin bicara tentang pelarangan buku. Yang penting, kita lihat saja. Dan kewajiban kaum Muslimini, ketika melihat kemunkaran–semisal penyebaran buku-buku yang mengandung ajaran sekularisme, pluralisme agama, dan liberalisme yang sudah diharamkan Majelis Ulama Indonesia (MUI)–adalah melakukan amar ma’ruf nahi munkar, yakni dengan bermujahadah yang lebih baik. Jika ada 10 buku liberal terbit, kita usahakan terbit 15 buku yang menjawab dan mengajarkan Islam yang benar.
Menurut Anda, apa yang sebenarnya sedang terjadi dengan isu “terorisme” sekarang ini?
Kita sekarang harus mengakui, memang di kalangan orang Islam ada yang berpikir dan bertindak seperti Dr Azahari, entah itu diskenario atau masuk skenario pihak lain. Bagi kita umat Islam, yang penting melakukan introspeksi, memahami situasi dengan baik, tidak masuk dalam “perangkap”, dan belajar Islam lebih baik lagi. Sekarang saatnya untuk ngaji dan bergiat dalam mengkaji pemikiran Islam dengan serius dan tekun. Sebab, ummat Islam saat ini sedang mendapatkan teror yang sangat dahsyat dari paham-paham yang menghancurkan aqidah Islam. Ini tantangan yang lebih serius daripada penghancuran ekonomi ummat dan sebagainya.
Ke dalam, kita perlu memberikan penjelasan kepada ummat agar lebih mencintai ilmu-ilmu Islam dan memahami segala macam rekayasa dan tipudaya setan. Sebab, setan itu musuh yang nyata bagi manusia.
Ke luar, kita perlu terus mengingatkan dan berdialog dengan pemerintah, agar mereka– yang juga Muslim–tidak mengorbankan ummat Islam hanya karena keuntungan duniawi yang sedikit. Kita mengimbau agar pemerintah lebih mandiri, dan terus berdialog dan berkoordinasi dengan para ulama dalam mengatasi masalah terorisme. Hidup di dunia ini singkat saja. Kekuasaan yang dipegang oleh presiden, wapres, menteri, kapolri, panglima TNI, juga sifatnya sesaat. Jangan sampai kekuasaan itu digunakan tidak semestinya, tidak sesuai dengan amanah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Mengapa Barat dan juga sebagian kaum Muslimin belakangan ini tampak begitu takut dengan kata-kata “jihad”?
Sejak dulu, banyak yang takut pada kata-kata jihad. Tapi, sekarang banyak juga kalangan non-Muslim yang pakai kata-kata jihad. Siapa pun yang mau menindas dan menaklukkan ummat Islam, pasti tidak suka dengan kata jihad. Kalau suka, itu malah aneh. Malah, Dr Joseas Lengkong, Rektor Institut Teologi Kalimatullah, menulis buku yang berjudul Jihad Kristen. Jadi, ada juga orang Kristen yang bersemangat mengambil kata jihad dari Islam.* (Cholis Akbar/Hidayatullah)