AKSI damai itu sudah selesai pada malam hari selepas shalat tarawih. Situasi tenang berlangsung sejak siang. Sampai kemudian ketenangan berubah menjadi ketegangan.
Dari puluhan ribu massa yang masih bertahan dan sebagian berangsur pulang, ada ratusan orang yang merangsek ke arah barikade polisi.
Berkompi-kompi personel keamanan itu bersiaga di depan Gedung Bawaslu, lengkap dengan tameng, sebagian membawa tongkat pemukul dan tembakan gas air mata. Di bagian belakang mereka, mobil pemecah massa sudah siaga. Di sekitar lokasi, aparat kepolisian termasuk Brimob bersenjata dan TNI tanpa senjata juga berjaga-jaga.
Pasukan pengamanan di depan Bawaslu berbaris di Jl MH Thamrin, Jakarta, baik jalur barat (dekat gedung Bawaslu), maupun jalur timur (dekat gedung Sarinah).
Di jalur timur ini, ketegangan mulai akan muncul, saat sekelompok massa yang diduga dari luar Jakarta merapat ke arah polisi.
Suasana riuh rendah. Shalawat dilantunkan massa. Sementara umpatan entah oleh siapa ditujukan ke aparat.
Massa di garis terdepan semakin merapat ke barikade aparat yang siap siaga, termasuk sejumlah polwan dan prajurit wanita TNI di barisan terdepan. Saat pertemuan dua kelompok itu, para fotografer dan kameraman mulai merekam keadaan. Biasanya, dalam berbagai unjuk rasa, kalau sudah begitu pertanda akan mulai runyam.
Tiba-tiba saja, dari arah massa aksi damai menolak pemilu curang itu, berlarian sejumlah orang berpakaian Muslim. Mereka merangsek, membelah pertemuan dua barisan tadi. Apa yang terjadi?
“Mundur! Mundur! Mundur!”
Rupanya mereka para laskar yang tidak menghendaki terjadinya keributan. “Mundur semua!” Teriak mereka sambil menghalau mundur satu per satu massa yang mendekati aparat.
Jangan mendekati polisi, seru laskar. “Komando hanya satu dari mobil komando!” tegas mereka.
Situasi pun kembali reda, ditandai dengan melebarnya jarak antara barisan massa dengan barikade aparat. Sampai di sini situasi masih kondusif.
“Hati-hati Provokasi!”
Tahu-tahu, entah bagaimana, terdengar keributan dari arah barisan polisi yang berdiri di Jl MH Thamrin jalur barat. Seorang pria berbaju kaos putih bersitegang dengan aparat. Dia menunjuk-nunjuk ke arah polisi dengan kata-kata kasar. Melihat itu, sebagian kecil massa terpancing, lalu merangsek ke arah depan barikade polisi. Seketika saja ketegangan mulai meningkat.
Di saat begitu, datang bergerombolan massa dari arah peserta aksi, merapat ke titik ketegangan. Massa yang datang seperti laskar tadi, berupaya menenangkan keadaan. Mereka sebagian berpakaian khas Muslim, sebagian berkaos.
Puluhan massa yang datang ini tampaknya sudah tahu apa yang harus dilakukan untuk menenangkan situasi. Mereka langsung berdiri tepat di depan para polisi dan membelakanginya, lalu menghadap ke arah massa, membentuk pagar betis dengan merangkulkan tangan masing-masing. Pagar betis massa ini langsung bergerak ke arah massa lainnya, bermaksud menyisir kerumunan agar menjauhi barikade polisi.
“Mundur! Mundur! Mundur! Tenang! Tenang! Tenang!”
Dari arah mobil komando, orator membantu menenangkan keadaan. “Amanat Imam Besar, aksi kita ini adalah aksi damai!”
Situasi pun tenang kembali.
Eh, sebentar kemudian, terjadi lagi potensi kericuhan. Entah siapa yang memulai, sudah tak terdeteksi mana massa murni peserta aksi damai, mana massa diduga provokator. Dugaan banyaknya provokator di keramaian ini begitu menguat.
Massa pun bernyanyi.
“Hati-hati, hati-hati provokasi!”
“Hati-hati, hati-hati provokasi!”
“Hati-hati, hati-hati provokasi!”
Yel-yel itu menggema terus. Ampuh! Tapi tak lama.
Tahu-tahu ada pelemparan dari arah massa ke arah polisi. Hidayatullah.com melihat langsung sebuah botol plastik berisi air putih melayang lalu jatuh ke sekitar polisi namun kurang jelas apakah pelemparan mencapai sasaran.
Polisi pun langsung terlihat siap bereaksi atas pelemparan. Lagi-lagi ketegangan berulang seperti tadi. Massa yang diduga menghendaki kericuhan tampaknya memanfaatkan situasi untuk memantik perseteruan dengan aparat. Sementara massa yang ingin situasi kondusif langsung bergerak mendinginkan.
“Tenang, Pak Polisi! Tenang!” Seru sejumlah orang sambil mengangkat kedua tangan ke arah aparat yang sepertinya mulai terpancing aksi pelemparan tadi. Upaya menenangkan aparat dilakukan banyak peserta aksi. Begitu pula upaya mengingatkan massa agar tak melakukan pelemparan atau provokasi lainnya.
“Jangan melempar! Awas provokator!”
Sementara di barisan massa, orang yang diduga pelaku pelemparan tadi entah bagaimana nasibnya, apakah ketahuan atau tidak. Begitu rumit untuk mendeteksinya. Yang jelas terjadi pengerumunan pada satu titik aksi.
Turun naik ketegangan itu berlangsung beberapa kali nyaris tak terhitung. Sudah berbagai bentuk upaya untuk menenangkan keadaan, termasuk dengan membuat barikade betis dilengkapi tongkat untuk menyisir massa menjauhi barisan aparat kepolisian. Satu di antara peserta aksi yang mencoba menenangkan massa itu, awak hidayatullah.com mengenalnya sebagai aktivis dakwah di Bogor, Jawa Barat.
Selasa malam itu (21/05/2019), dalam catatan media ini, setengah jam lebih situasi tak menentu tersebut berlangsung. Hingga akhirnya kemudian pada sekitar 20.45 WIB, sebagian besar massa mulai meninggalkan lokasi setelah berbagai tokoh dan orator turun tangan, termasuk Jubir FPI Munarman dan pengurus PA 212 Bernard Abdul Jabbar.
Pada sekitar pukul 20.52 WIB, lokasi utama aksi, yaitu di titik pertemuan Jl MH Thamrin dan Jl KH Wahid Hasyim, sudah “kosong” dari massa kecuali satu dua orang.
Pihak kepolisian pun menyampaikan ucapan terima kasih atas upaya peserta aksi menjaga kondusifitas malam itu, baik yang disampaikan petugas lewat alat pengeras suara maupun oleh sang pucuk pimpinan polisi setempat kepada perwakilan massa.
Namun tak dinyana, beberapa lama setelah aksi damai berakhir, datang kelompok massa lainnya yang entah dari mana. Kehadiran massa ini kemudian memancing keributan dan kerusuhan yang terjadi sejak Selasa malam hingga Rabu (22/05/2019) bahkan hari ini, Kamis (23/05/2019).
Massa Bayaran
Dugaan kuat banyaknya provokator dan aktor intelektual yang mendalangi dan mendesain terjadinya keributan, kericuhan, dan kerusuhan berentetan di sejumlah titik ibukota tersebut mencuat.
Bahkan pihak kepolisian sudah mengungkapkan, sekelompok orang yang turun ke jalan dan bersitegang dengan aparat kepolisian di depan Bawaslu, Selasa malam itu, bukan massa aksi damai Bawaslu yang berlangsung sejak siang hingga shalat tarawih.
“Mereka bukan massa aksi damai Bawaslu. Nanti akan kami dalami lagi,” ujar Kepala Polres Metro Jakarta Pusat Kombes Harry Kurniawan, Selasa (21/05/2019) malam diwarta media online.
Selain itu, polisi menduga kericuhan yang terjadi setelah aksi damai di depan gedung Bawaslu dipicu oleh massa bayaran. Sejumlah amplop berisi uang pun ditemukan dari massa yang diamankan.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah menilai ada pihak yang menciptakan kerusuhan di luar peserta aksi damai depan Bawaslu, Selasa (21/05/2019) malam itu. Muhammadiyah mengecam keras para perusuh ini.
“(Muhammadiyah) menyampaikan keprihatinan dan mengecam keras kerusuhan pada 21-22 Mei 2019 di Jakarta yang dilakukan oleh para perusuh anarkis di luar pendemo, yang menimbulkan jatuh korban. Tragedi ini harus diusut dan diselesaikan tuntas melalui jalur hukum yang berlaku,” tegas Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dalam siaran pers persyarikatan kepada hidayatullah.com, Kamis (23/05/2019).*