GIRILAYA merupakan salah satu kepulauan yang ada di Sumenep, Madura yang memiliki beberapa keajaiban. Seperti pulau yang menyerupai seekor buaya maupun sumber mata air yang belum pernah kering sejak munculnya hingga sekarang.
Untuk bisa sampai pulau tersebut, koresponden dari hidayatullah.com menempuh perjalanan jalur laut kurang lebih satu jam. Dengan menggunakan perahu yang maksimal mampu memuat 150 orang, Rabu (11/06/2014).
Berangkat dari dermaga Cangkerman, Ds. Cangkerman, Kec. Bluto dan berhenti di dermaga Tanggak, Ds. Benbaru, Kec. Giligenting, Kab. Sumenep.
Menyerupai buaya
Pulau Giliraya memiliki panjang sekitar 7 KM dengan lebar 3 KM itu awalnya berupa hutan yang masih rimbun dengan semak belukar. Munculnya nama pulau Giliraya yang menyerupai buaya itu dari kisah perjalanan seorang wali bernama Rawit dari Ds. Guluk-guluk, Kec. Bluto, Kab. Sumenep.
Mahwa, salah satu warga Benmaleng mengkisahkan sejarah munculnya Pulau Giliraya, sebagaimana diyakini masyarakat setempat.
Menurutnya, sebelum Rawit tiba di pulau itu, oleh masyarakat Sumenep, nama Rawit diubah menjadi Ahmad Zaenudin. Kemudian ia mendapat tugas dari Demang Sumenep untuk membabat hutan di kepulauan yang saat ini dikenal oleh masyarakat dengan nama Pulau Giliraya.
Saat pertama kali tiba, Zaenudin bertemu dengan 41 maling (Pencuri.red) di pulau itu. 41 pencuri itu menyangka Zaenudin utusan Demang Sumenep yang ditugaskan untuk membunuh mereka.
“Ke 41 pencuri itu akhirnya memohon maaf kepada Zaenudin, hingga akhirnya Zaenudin membagi mereka menjadi 4 kelompok untuk membabat hutan di pulau itu. Dari kerja keras 4 kelompok itu terbentuk 4 desa yang masing-masing bernama Ben maleng, Ben baru, Jati dan Lombang,” ujar Mahwa ketika ditemui hidayatullah.com di kediamannya Desa Benmaleng, Kec. Giligenting, Kab. Sumenep, Kamis (12/06/2014).
“Jika ada orang-orang yang berniat buruk (jahat.red) terhadap pulau itu, sebelum mereka mendekati pulau itu seolah terlihat berubah menjadi buaya sungguhan. Dari situ mereka mengurungkan niat buruknya dan meninggalkan pulau tersebut,” imbuh kakek yang usianya 69 tahun itu.
Mata Air Belum pernah Kering
Hal unik di kepulauan ini adanya 3 sumber mata air yang tidak pernah kering.
“Ada 3 sumber mata air di pulau Giliraya. Diantaranya sumber mata air pinang (sekarang dikenal dengan sumber mata air beringin.red), agung dan manuk (burung.red),” ungkap Mahwa.
Ketiga sumber mata air itu menurut sejarah muncul dari dua peristiwa yang berbeda. Pertama, sumber mata air beringin muncul saat Zaenudin menyentil sebuah kerikil ketika mencari air untuk berwudhu. Keluarlah air dari tempat di mana kerikil itu disentil.
Kedua, sumber mata air agung dan manuk itu muncul dari lubang bekas tongkat yang ditancapkan Zaenudin saat mencari air untuk berwudhu.
“Namun, yang masih terus mengeluarkan air smpai sekarang, hanya sumber mata air pinang. Sumber itu tidak pernah pasang surut atau mengering seperti dua sumber mata air lainnya,” imbuh lelaki kelahiran tahun 1945 itu.
Mahwa menambahkan, entah airnya diambil atau tidak oleh masyarakat, sumber mata air beringin itu tidak pernah mengering dan habis. Bahkan pada tahun 1993-1997 ketika Indonesia dilanda kemarau panjang, sumber mata air beringin mampu mencukupi kebutuhan asupan air 4 desa yang saat itu dihuni oleh 1200 jiwa.
“Itulah yang dinamakan keajaiban Allah. Kita tidak akan mampu menjangkaunya karena ilmu yang dimiliki oleh manusia itu terbatas,” katanya. */Achmad Fazeri (Surabaya)