ALLAH memiliki sekian banyak cara untuk mendidik hamba-hamba-Nya. Salah satunya dengan menimpakan ujian kepada mereka. Demikian uraian penyampaian Zainuddin Musaddad, di depan warga Hidayatullah yang menunaikan shalat subuh di masjid ar-Riyadh, Balikpapan (15/08/2012).
Hal ini ia sampaikan terkait musibah kebakaran yang menimpa Pesantren Hidayatullah Karang Bugis, Balikpapan kemarin pagi. [baca; Kebakaran, Masjid PP Hidayatullah Karang Bugis Ludes Dilalap Api]
Mewakili pengurus pesantren, Zainuddin yang juga diamanahi ketua Yayasan Hidayatullah Balikpapan ini menyempatkan diri naik ke podium usai shalat Subuh secara berjamaah. Dalam kesempatan itu, Zainuddin mengingatkan warga Hidayatullah untuk menjadikan musibah tersebut sebagai media muhasabah.
“Momentum ini jangan dilewatkan begitu saja. Ia adalah nasihat sekaligus kekuatan.” Papar pria yang akrab dengan sapaan Ustadz Zain ini. “Musibah bagi orang beriman adalah cemeti untuk semakin bermunajat kepada Allah dan hanya meminta pertolongan kepada-Nya,” lanjutnya lagi.
Dari berbagai info yang dihimpun, Zainuddin menceritakan beberapa kejadian mengharukan yang terjadi di lokasi peristiwa. Salah satunya adalah ketika kubah masjid al-Amin Karang Bugis sudah ikut merah menyala akibat terpanggang api.
Sejumlah ustadz dan para guru pesantren tampak hanya bisa pasrah menyaksikan amukan si jago merah sambil sesekali menguatkan hati untuk tidak menangisi kejadian tersebut. Di antara mereka bahkan sampai ada yang berteriak lantang, “Jangan ada yang menangis,” Meski berusaha tegar, tapi rupanya Mustafa Sakka, sang pemilik suara itu sendiri tak kuasa menahan haru juga.
Ustadz yang terbilang dalam barisan santri awal pesantren Hidayatullah itu tidak mampu menahan tetesan air matanya saat harus melihat bangunan bersejarah itu rubuh di hadapannya langsung.
***
Bagi pesantren Hidayatullah, kampus Karang Bugis adalah mata rantai sejarah yang tidak boleh terlupakan. Di sanalah Allahu yarham Ustadz Abdullah Said –pendiri pesantren- menggembleng santri-santri awal hingga akhirnya berpindah ke lokasi Gunung Tembak hingga kini.
Usai mendapat tanah wakaf seluas 0,5 hektar dari H. Andi Mappasossong atau yang lebih dikenal dengan Petta Ossong, Abdullah Said segera mendirikan bangunan masjid di Karang Bugis (1974). Bangunan masjid kayu sederhana seluas 4×6 m inilah sekaligus sebagai bangunan pertama di pesantren Karang Bugis dan menjadi tonggak awal pendirian dan perlangkahan Hidayatullah ke depan.
Seiring perjalanan waktu, silaturahmi dan pengajian yang digelar Abdullah Said di Karang Bugis tidak lagi sebatas pembinaan kepada santri-santri yang mondok di pesantren saja.
Pengajian yang digelar setiap malam Jumat itu sudah meluas menjadi pengajian terbuka yang dihadiri oleh masyarakat umum. Alhasil ia pun lalu dikenal dengan nama pengajian Malam Jumat yang pesertanya bisa mencapai angka lima ratus orang peserta. Pesertanya sendiri tak lagi datang dari wilayah lingkungan Karang Bugis saja, tapi sudah menyebar hingga ke seluruh pelosok Balikpapan. Bahkan ada yang rela datang dari luar kota, yaitu Balikpapan Seberang (kini bernama Kabupaten Penajam Paser Utara/ PPU).
“Dulu saya sering diajak oleh orangtua menyeberang naik perahu klotok ke Balikpapan sekedar pergi mendengar ceramah Allahu yarham,” ujar Hidayat (33), seorang warga Hidayatullah yang mengaku ketika itu ia masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) di Balikpapan Seberang.
“Selesai Ashar setiap hari Kamis, kami sudah siap-siap menyeberang. Padahal pengajian itu dimulai setelah shalat Isya,” imbuhnya lagi sambil tersenyum mengenang.
Dalam kunjungan bersama beberapa pengurus yayasan yang lain ke lokasi kejadian kemarin, Zainuddin langsung memerintahkan seluruh santri dan mahasiswa untuk tetap kembali menjalankan amanah seperti biasa.
Seperti diketahui, pada setiap bulan Ramadhan, puluhan santri diamanahkan terjun langsung ke lapangan untuk melayani umat. Umumnya mendapat amanah sebagai petugas gerai zakat Baitul Mal Hidayatullah (BMH) yang tersebar di berbagai titik di wilayah kota Balikpapan.
“Tidak ada kata mundur, hari ini seluruh gerai zakat tidak boleh ada yang libur,” ujar Zainuddin di depan seluruh santri dan para guru.
“Kejadian ini bukan untuk ditangisi tapi sebagai ladang untuk berkarya kepada umat,” papar sang ustadz memberi semangat kepada santri.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Alhasil meski asrama tempat tinggal santri hanya bersisa puing reruntuhan yang rata dengan tanah, para santri mujahid Ramadhan tersebut tetap kembali ke lapangan dengan semangat yang kian membuncah. Bagi mereka tak jadi soal meski pakaian mereka kini hanya tinggal yang melekat di badan saja, sebab semua itu adalah bagian dari pilihan terbaik Allah untuk mereka.
“Insya Allah semua ini ada hikmahnya,” ucap Muslim, seorang santri Hidayatullah sambil tersenyum.
Kini warga Hidayatullah hanya mampu memasrahkan segalanya kepada Allah. Bagi mereka, kejadian kebakaran kemarin hanyalah cambuk untuk terus berkarya kepada umat. Kekuasaan dan pertolongan hanya milik Allah semata.
Warga meyakini, jika hikmah dibalik peristiwa ini adalah momen untuk benar-benar berserah total dan mendekatkan diri kepada Allah. Utamanya di hari-hari terakhir bulan suci ramadhan ini. Sebagaimana dahulu Ustadz Abdullah Said mendirikan dan mengawali perlangkahan pesantren Hidayatullah ini juga dengan modal tawakkal kepada Allah.
Bangunan masjid bersejarah Hidayatullah boleh runtuh, tapi sejarah dan semangat dakwah tidak boleh runtuh.
“Shalat lail tidak boleh putus hanya gara-gara kebakaran saja,” pungkas Zainuddin sambil memekikkan takbir di depan jamaah masjid ar-Riyadh, Gunung Tembak Balikpapan.*/masykur