MAHMUD Sangaji seorang nelayan. Tangannya yang kekar hitam dan guratan di wajahnya menyiratkan ia pekerja keras. Kakap merah menjadi tangkapan favoritnya. Ia bisa jual ikan tersebut seharga Rp 60 ribu per ekor.
“Panjangnya bisa segini,” kata ayah satu anak ini kepada hidayatullah.com seraya mensejajarkan kedua tangannya membentuk jarak sekitar 30 cm.
Mahmud tinggal di Sorong, Papua Barat. Ia memang asli Papua. Ia jarang meninggalkan kampung halamannya kecuali untuk melaut.
Namun, Rabu, 16 Agustus 2017, ia terbang menuju Jakarta. Ia bersama 29 warga Papua lainnya mendapat undangan khusus dari Allah Subhanahu Wata’ala untuk menunaikan ibadah haji tahun 1438 H/2017 ini.
Adalah Syeikh Khalid al-Hamudi, Pendiri Yayasan al-Manarah al-Islamiyah, yang berpusat di Arab Saudi, menjadi perantara undangan tersebut. Dan, hari ini, Selasa, 22 Agustus 2017, kaki hitam Mahmud, yang terbiasa menjejak pasir Sorong, telah menjejak tanah Madinah.
“Masya Allah, masya Allah, saya tak pernah membayangkan bisa pergi haji,” jelasnya seraya menyunggingkan senyum.
Ia tampak gagah berdiri di tanah Jeddah, dengan jubah putih membalut kulitnya yang hitam, selepas pesawat mendarat di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah, Arab Saudi.
Demikianlah bila Allah Subhanahu Wata’ala telah berkehendak, tak ada satu pun makhluk yang bisa mencegahnya.
Mahmud, seorang nelayan yang tak pernah membayangkan bisa melihat Baitullah, justru lebih dahulu terbang ke Tanah Suci ketimbang jutaan kaum Muslim lain yang lebih mampu darinya.
Baca: Langkah Cici Menuju Baitullah: dari Jualan Sayur, Menabung 7 Tahun, hingga Bersedekah
Barangkali, ada selarik doa yang pernah dilantunkan Mahmud di masa lalu dan diijabah oleh Allah Subhanahu Wata’ala sehingga ia dimudahkan berhaji ke Tanah Suci.
Barangkali juga, ada doa dari orang-orang yang menyayangi Mahmud yang juga diijabah oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Itulah kuasa Allah.
Jangan pernah berhenti berdoa. Jangan pernah berhenti berupaya. Labaik Allahuma labaik.* Mahladi