Hidayatullah.com—Pengakuan pihak militer Mesir tentang penemuan alat untuk menyembuhkan penyakit hepatitis C dan HIV/AIDS menurut penasihat kepresidenan merupakan sebuah “skandal.”
Alat tersebut tidak meyakinkan dan kelihatan tidak memiliki dasar saintifik, kata Essam Heggy kepada koran Al-Watan Selasa (25/2/2014).
Heggy, yang sedang mengunjungi Amerika Serikat, mengatakan bahwa pihaknya memiliki dokumen bukti bahwa alat tersebut tidak efektif dan dia akan menyerahkannya kepada presiden saat kembali ke Mesir pekan depan.
Dalam konferensi pers hari Sabtu lalu, jurubicara bicara tentara Kolonel Ahmad Ali mengatakan, angkatan bersenjata Mesir berhasil membuat terobosan saintifik dengan penemuan alat diagnosa dan alat untuk menyembuhkan hepatitis C dan HIV tanpa perlu mengambil contoh darah dari pasien, sehingga hasil pemeriksaan lebih cepat diketahui dan biayanya lebih murah.
Heggy menjelaskan, Presiden Adly Mansour dan Menteri Pertahanan Abdul Fattah Al-Sisi yang hadir dalam konferensi pers itu tidak tahu menahu tentang pengumuman tersebut sebelumnya dan mereka “terkejut” dengan apa yang didengar.
Ibrahim Abdul-Atti, dokter berpangkat mayor jenderal, yang konon berada di balik temuan hebat itu dalam konferensi pers tersebut mengatakan bahwa alat temuannya memiliki tingkat kesuksesan 100 persen untuk merawat pasien hepatitis C dan HIV.
Dalam kesempatan itu ditampilkan rekaman kesaksian seorang pasien, yang mengaku sembuh total dari AIDS setelah dirawat dengan alat tersebut.
“Saya memulai proyek ini 22 tahun silam,” kata Abdul-Atti di depan para wartawan. “Itu dimulai secara rahasia di departemen intelijen militer, namun sekarang kami mengumumkannya kepada seluruh dunia.”
Alat diagnosa hepatitis C dan HIVdengan menggunakan gelombang elektromagnetik itu disebut C-Fast dan I-Fast. Sementara alat untuk merawat pasien HIV dan hepatitis C, serta psoriasis, disebut Complete Cure Device (CCD). CCD direncanakan akan digunakan untuk publik di Mesir pada Juni 2014.
Kepala bagian engineering militer Mesir Mayjen Abdullah Taher kepada Al-Ahram mengatakan bahwa alat itu tidak akan dijual ke luar negeri, untuk melindunginya dari mafia perusahaan-perusahaan raksasa farmasi dan negara-negara yang mengendalikan industri farmasi.
Seorang sumber medis kepada Ahram Online mengatakan, alat tersebut telah disetujui sejak tahun 2012, tetapi alat perawatannya masih dievaluasi oleh kementerian kesehatan.
Tahun 2011 kementerian pertahanan mengajukan hak paten ke World Intellectual Property Organisation untuk C-Fast alat diagnosa hepatitis C.
Mesir merupakan salah satu negara dengan tingkat infeksi hepatitis C tertinggi di dunia. Tahun 2008 jumlah pasien hapatitis C mencapai 8 juta, menurut data kementerian kesehatan. Angka itu sama dengan hampir 10 persen total populasi. Di beberapa daerah terutama di Mesir Atas dan Delta Nil, tingkat infeksi hepatitis C bahkan mencapai 20%.*