Hidayatullah.com– Kementerian Kesehatan didesak membatalkan rencana mengambil alih proses perizinan obat-obatan (pengawasan pra pasar/pre market control ).
Rencana ini sebelumnya disampaikan oleh Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dengan alasan terkait mahalnya harga obat.
“Bisa dijamin jika pengambilalihan perizinan obat oleh Menkes, tidak akan mampu menurunkan harga obat, karena duduk persoalannya memang bukan pada perizinan. Alih-alih perizinan di Kemenkes malah menjadi masalah baru, dan harga obat malah kian mahal,” ujar Ketua Pengurus Harian Yayasan Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi kepada hidayatullah.com Jakarta dalam siaran persnya, Rabu (27/11/2019).
Menurut Tulu sebelumnya, wacana Menkes Terawan yang tidak menawan ini tidak perlu dilanjutkan/dikembangkan, karena merupakan langkah mundur yang amat serius.
“Bahkan mengantongi tiga kecacatan sekaligus: cacat yuridis, politis, dan sosiologis,” imbuhnya.
Pertama, katanya, jika hal itu dilakukan, maka rezim pengawasan oleh Kemenkes akan kembali ke era lama, manakala Badan POM masih berupa Dirjen POM (di bawah Kemenkes).
Kedua, tambahnya, pengawasan pra pasar oleh Kemenkes justru akan memperlemah pengawasan itu sendiri, dan ujungnya akan memperlemah perlindungan pada konsumen.
“Jika pengawasan pre market control dan post market control (pengawasan pasca pasar) terpisah, maka upaya untuk law enforcement oleh Badan POM akan mandul. Sebab perizinan dan semua data ada di Kemenkes, bukan di Badan POM,” imbuhnya.
Ketiga, jelas YLKI, secara politis, hal ini juga tidak sejalan dengan kebijakan Presiden Joko Widodo yang sejak awal ingin memperkuat kelembagaan Badan POM, yang artinya untuk memperkuat pengawasan, baik pre market control dan atau post market control.
Baca: Legislator Berharap RUU POM Disahkan, Rokok Elektrik Diawasi
Keempat, pengawasan pre market control oleh Kemenkes juga tidak sejalan dengan spirit otonomi daerah, yaitu, antara Kemenkes dengan Dinkes di daerah tidak ada lagi garis komando. Sebab Dinkes garis komandonya di bawah Pemda.
Kelima, bahkan, secara internasional, tidak ada di negara manapun model pengawasan yang terpisah antar kementerian/lembaga.
“Agar wacana tersebut dihentikan, dibatalkan. Dan pengawasan baik pra pasar dan paska pasar di bawah kendali satu pintu/satu atap, yakni Badan POM,” ujar Tulus.
YLKI menduga wacana pengambilalihan fungsi pre market control tersebut, adalah atas hasil lobi pelaku usaha yang tidak nyaman atas upaya ketat Badan POM dalam pengawasannya.
“YLKI meminta Presiden Jokowi untuk konsisten dengan kebijakan awal memperkuat institusi Badan POM dalam melakukan pengawasan sampai ke level kabupaten/kota, bahkan kecamatan. Dan upaya untuk itu paralel dengan pembahasan/rencana pengesahan RUU POM,” pungkasnya.*