ORANG yang mengalami perasaan depresi seringkali kesulitan berkonsentrasi dan mengalami masalah memori. Ini sangat mempengaruhi kinerja dan hubungan sosial.
Satu penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Cognition and Emotion menunjukkan, orang yang mengalami perasaaan depresi memorinya bisa turun 12 persen dibandingkan individu yang tidak mengikuti perasaan depresinya ketika depresi datang.
“Hasil penelitian menunjukkan, individu dengan dan tanpa perasaan depresi umumnya memiliki kemampuan yang sama untuk secara aktif mengingat informasi . Namun, ketika pikiran depresi hadir, orang-orang yang mengalami perasaan depresi tidak mampu menghilangkan perhatian mereka dari informasi ini, menyebabkan defisit dalam memori mereka,” kata penulis utama studi dan kandidat doktor di Center for BrainHealth, Nicholas Hubbard.
Untuk sampai pada kesimpulan ini, para peneliti melibatkan 157 orang mahasiswa. Peneliti lalu meminta semua partisipan menyelesaikan tugas yang mengukur gejala depresi yang mereka alami dua minggu sebelumnya.
Para peneliti lalu menilai memori kerja mereka, yakni fungsi kognitif yang memungkinkan otak untuk menyimpan informasi dalam jangka waktu yang singkat sehingga proses kognitif lainnya dapat terjadi secara bersamaan .
Peneliti lalu meminta para partisipan merespon pernyataan negatif ataupun netral dengan jawaban “benar” atau “salah”. Kemudian, para partisipan diminta mengingat serangkaian angka di akhir penelitian.
Dari partisipan ini, sekitar 60 orang diklasifikasikan memiliki perasaan depresi dan 97 orang tidak memiliki suasana hati depresi.
Hasil penelitian menunjukkan, orang yang mengalami perasaan depresi lebih banyak lupa soal angka dibandingkan mereka yang tanpa perasan depresi saat menanggapi kalimat yang menampilkan informasi negatif.
Namun, mereka (yang mengalami perasaan depresi) mampu mengingat sama banyak angka ketika mereka menanggapi informasi netral.
“Depresi mempengaruhi 151 juta orang di seluruh dunia dan menghabiskan biaya 83 miliar dollar AS per tahun. Sebagian besar biaya ini terkait dengan hilangnya produktivitas dan peningkatan tingkat ketidakmampuan. Pemahaman dan akurasi mendiagnosis hilangnya ingatan pada depresi sangat penting untuk mengembangkan pendekatan terapi yang efektif ,” kata Hubbard menjelaskan seperti dilansir dalam laman publik Center for BrainHealth dan Antara (Rabu, 7/1/2015).
“Temuan kami mengimplikasikan, pendekatan terapi seperti mengajarkan seseorang untuk mengenali dan menghambat pikiran depresi bisa menjadi aspek kunci untuk mengobati defisit kognitif pada depresi,” tambah dia.
Bart Rypma, Ph.D, dari The University of Texas at Dallas yang mengawasi penelitian Hubbard, mengatakan, depresi merupakan fenomena gangguan.
“Perenungan dan pemikiran negatif mengganggu kemampuan seseorang untuk berpikir. Kami berhipotesis, ketika individu dengan perasaan depresi terkena rangsangan, seperti lagu yang bermakna atau tempat yang membangkitkan perasaan sedih, otak fixates tidak bisa fokus pada tugas-tugas sehari-hari,” jelas Rypma.*